Rabu, 28 September 2011

lagu DEWA dajal "AKU"

AKU

aku ini adalah dirimu
cinta ini adalah cintamu
aku ini adalah dirimu
jiwa ini adalah jiwamu
rindu ini adalah rindumu
darah ini adalah darahmu
tak ada yang lain selain dirimu
yang selalu ku puja
ku sebut namamu di setiap hembusan nafasku
ku sebut namamu, ku sebut namamu
dengan tanganmu aku menyentuh
dengan kakimu aku berjalan
dengan matamu aku memandang
dengan telingamu aku mendengar
dengan lidahmu aku bicara
dengan hatimu aku merasa

NOTE:   Di setiap kata mu di lirik lagu tersebut diikuti dengan mata satu, lihat fideo klipnya dewa

 klik di sini









HORUS, MITHRA, DAN YESUS

HORUS, MITHRA, DAN YESUS
Mungkin sedikit yang kenal dengan Mithra dan Horus tetapi seiring bacaan ini nanti juga kenal kok, kan tak kenal maka ta........'aruf, tentu ane akan cerita tentang kisah yesus, tentunya dengan singkat aja dan tentunya ceritanya bersumber dari Al-Kitab (PL dan PB), karena ane mau cerita tentang yesus bukan Isa AS. Yesus menurut keyakinan orang kristen adalah anak yang lahir dari perawan Maria (tentu umat islam sampai sini setuju), Yesus lahir tanggal 25 desember 1 Masehi (walaupun nyari dalilnya ga ada tuh), apa yang kita tahu tentang cerita Yesus ? Tentu cuma rujukan dari Cerita orang kristen. Kelahirannya ditandai kemunculan sebuah bintang di timur, dan di ikuti oleh tiga orang Majusi yang memberkati juru selamat baru. Yesus sudah menjadi guru pada umur 12 tahun dan di baptis oleh Yohanes si Pembaptis pada umur kira-kira (masih kira-kira dalam injil) umur 30 tahun dan mulai menyebarkan ajarannya. Yesus mempunyai 12 orang murid dan melakukan banyak mukjizat seperti : menyembuhkan orang sakit, berjalan diatas air dan menghidupkan orang mati. Julukan yang diberi ke Yesus adalah “Raja segala raja”, “Anak Tuhan”,”Juru selamat” de el el, Yesus dikhianati oleh muridnya yang benama Yudas Iskariot, Yudas dibayar oleh tentara Romawi seharga 30 keping perak, lalu Yudas berkata “Orang yang aku cium itulah Yesus”, setelah itu Yesus ditangkap, lalu di salib dan 3 hari setelah itu dia bangkit dan naik ke surga.
Sampai disini cerita tentang Yesus menurut orang kristen. Ana tidak akan memperdebatkan masalah alur cerita atau bentuk ceritannya yang ingin ana ceritakan adalah kisah Dewa kaum pagan begini ceritanya.


HORUS
Horus adalah Dewa orang Mesir lahir 3000 tahun SM, berarti cerita Horus sudah ada 3000 tahun sebelum Yesus lahir, Lalu bagaimana kisah dewa Horus ini ? Horus lahir dari perawan Isis-Meri tanggal 25 Desember, kelahirannya ditandai munculnya sebuah bintang dari timur dan kemudian untuk ditemukan 3 raja untuk dijadikan juru selamat baru. Umur 12 tahun telah menjadi guru, umur 30 tahun dibabtis oleh Anup, sejak itu iya mulai menyebarkan ajarannya. Horus mempunyai 12 murid yang menyertainya, iya mempunyai mukjizat menyembuhkan orang sakit, berjalan diatas air. Horus juga mempunyai julukan “Sang Cahaya”, “Anak tuhan yang diberkati”, “ Anak domba Tuhan” de el el. Setelah dikhianati oleh muridnya Taifun, Horus disalib dan tiga hari setelahnya bangkit lagi. Kalau antum mencoba mencari gambar Horus, antum akan menemukan gambar yang penuh, bagaimana Horus digambarkan bermuka burung dan ular cobra yang melingkar menggambarkan Horus itu dewa matahari. Dan dalam buku “DILEMA MAYORITAS”, di jelaskan bahwa kelompok zionis Illuminati menandakan sebuah negara dibawah pengaruh mereka dengan memberikan lambang dewa di negara tersebut, dan burung garuda adalah perlambangan dari dewa Horus (?).







MITHRA
Mithra adalah Dewa matahari yang paling terkenal dari Persia, lahir 1200 SM lahir dari perawan pada tanggal 25 Desember dan mempunyai 12 murid dan banyak melakukan keajaiban. Setelah kematiannya tiga hari setelah itu dia bangkit kembali. Dan yang paling terkenal untuk menyembah Dewa Mithra itu dilakukan setiap hari minggu atau sunday, sun = matahari, day = hari. Jadi hari khusus ibadah mereka hari minggu.
Itulah cerita dewa kaum pagan zaman dahulu, bagaimana cerita mereka mirip sekali dengan cerita Yesus sebagi Tuhan orang kristen, tentu masih banyak dewa lain lagi yang punya cerita mirip. Contoh :







ATTIS

Dewa dari Yunani Pirigia, lahir dari seorang perawan tanggal 25 Desember 1200 SM, mati disalib dan tiga hari setelahnya bangkit lagi.

















KRISHNA
 
Dewa dari India, lahir dari perawan Devaki lahir 900 SM, kelahirannya ditandai munculnya bintang dari timur, melakukan banyak mukjizat dengan para muridnya dan bangkit lagi setelah kematiannya.
















DIONYSUS
Dionysus daru Yunani lahir dari seorang perawan pada tanggal 25 Desember 500 SM, seorang guru yang melakukan perjalanan dan melakukan banyak mukjizat seperti mengubah air menjadi anggur, dikenal sebagai “Raja segala raja”, “Anak tuhan” de el el dan pastinya bangkit lagi dari kematian
Tentu masih banyak dewa orang pagan yang mungkin kalo diceritai semua pasti bosen karena inti cerita sama contoh :
Osiris dari Mesir, Baachus dari Yunani, Budha Sakia dari India, Salivana dari Bermuda, Odin dari Skadinavia, Indra dari Tibet, Bali dari Afganistan, Jao dari Nepal, Beddru dari Jepang, Gentaut dari Meksiko, Fohi dari Cina, Ixion dari Roma, Prometheus dari Kaukasus dan masih banyak bet dah
Dewa- Dewa yang lain yang punya cerita mirip semua... Dari Indonesia mungkin Dewa 19 ?
KENAPA SAMA ?
Kenapa ceritanya bisa sama ? Kenapa dilahirkan oleh perawan ? Tanggal 25 Desember ? Lalu bangkit lagi dari kematian ?. Menurut sebagian orang ini berkaitan dengan masalah matahari, musim dan kejadiannya.







      
Pertama masalah kelahiran yang sama itu karena mirip dengan ilmu perbintangan, bintang yang muncul disebelah timur adalah bintang Sirius (sirius lhoooo), bintang paling terang pada malam hari, pada tanggal 24 Desember dan Sirius sejajar dengan tiga bintang yang paling terang dari gugusan Orion, tiga bintang tersebut melambangkan tiga raja yang ada pada cerita yang diatas.
Ke empat bintang tersebut menunjuk ke arah terbitnya matahari pada tanggal 25 desember, oleh karena kenapa tiga raja selalu menunjukkan bahwa mereka menunjukkan awal terbitnya matahari. Lalu perawan atau virgin itu melambangkan bintang virgo, coba lihat lambang virgo? Gambarnya perawan memegang sebatang gandum, virgo dalam bahasa latin adalah virgin. Virgo juga bisa diartikan lumbung roti.
Yang menarik adalah fenomena yang terjadi tanggal 25 desember, yaitu titik balik matahari musim dingin ( hehe jangan pusing gitu donk, kan lumayan belajar astronomi), bila dilihat dari utara matahari terlihat makin ke bawah dan kebawah, otomatis terjadilah namanya musim dingin karena kurangnya cahaya matahari.
Sehingga proses musim dingin dianggap sebagai proses kematian untuk orang zaman baheula. Dianggap sebagai kematian matahari. Pada tanggal 22 desember matahari “mati” sepenuhnya. Dan hal yang menarik adalah matahari berhenti bergerak keselatan selama tiga hari (22,23,24) dan selama tiga hari itu matahari berada di “salib selatan” atau gugusan bintang Crux, nama nya juga salib yaaa bentuknya kaya gitu bintangnya.
Dan setelah itu tanggal 25 desember matahari bergerak 1 derajat ke utara, ini berarti membawa musim semi, kehidupan baru. Makanya dalam cerita matahari yang mati (tenggelam) selama tiga hari lalu bangkit (terbit) kembali. Tetapi masyarakat dulu tidak akan merayakan kebangkitan matahari hingga saat titik balik matahari musim semi, yaitu saat paskah, karena itu berarti matahari telah mengalahkan kejahatan secara sempurna. Itu baru masalah kelahiran dan kematian serta bangkit dari kematian, lalu kenapa harus mempunyai 12 murid ? 12 murid adalah simbol dari 12 rasi bintang zodiak, yang Yesus dan Dewa-Dewa lainnya digambarkan sebagai mataharinya.( Jadi yang suka baca ramalan zodiak termasuk orang pagan). Lalu masalah trinitas, Yesus yang masuk dalam trinitas (Bapa, Anak, Roh kudus), itu juga sudah ada dalam cerita Dewa pagan, Mithra adalah Oknum dari Tridewa (Mithra,Ahirman,Ohrzmad), Osiris Juga Oknum dari Tridewa (Osiris,Isis,Horus), Baachus juga Oknum dari Tridewa (Baachus,Apolos,Yupiter).
Penebusan dosa ? Dewa Mithra, Osiris, Baachus juga sama mati untuk menebus dosa umat manusia.
Jadi itulah penjelasan yang membingungkan (kalo nonton videonya mungkin agak ngerti deh), tapi mudah-mudahan antum ga bingung, coz, antum kan orang pinter (hehehehe, tok). Percayalah kalo antum dengar cerita Yesus yang disamakan dengan Isa atau Moses, Abraham, Loth, Daud, mereka hanya bisa menghina bukan memuji.
                 

Dinasti Rothschilds, Penopang Zionisme

Dinasti Rothschilds, Penopang Zionisme




"Berikan kepada saya kewenangan mencetak uang dan mengatur keuangan suatu negara, dan sesudah itu terjadi saya tidak perlu ambil peduli kepada para pembuat hukum di negara tersebut".
(Meyer Amschel Rothschild, 1743-1812, pendiri dinasti Rothschilds)

Berawal dalam Keadaan Papa


Siapa sebenarnya Rothschilds, atau persisnya dinasti Rothschilds, yang banyak disebut-sebut di dalam pembicaraan buku ini, yang kini disebut sebagai institusi raksasa keuangan Yahudi yang menguasai keuangan dunia? Untuk mengenal siapa Rothschilds kita perlu kembali menengok Eropa menjelang akhir abad ke-18.

Eropa pada waktu itu merupakan sebuah benua yang terdiri dari kumpulan kerajaan baik besar mapun kecil, ada sejumlah prinsipalitas, semacam kadipaten yang merdeka dan berdiri-sendiri, sisanya seperti Monaco dan Lichtenstein sekarang ini, namun ada juga negara kerajaan dalam artian yang sesungguhnya, yang secara terus-menerus terlibat dalam pertengkaran antara sesama mereka. Sebagian besar rakyatnya digolongkan sebagai 'kawula', yang tidak memiliki sarna sekali hak-hak politik. Kalaupun itu ada di tangan mereka, hak-hak yang tidak seberapa itu dapat ditarik balik oleh para tuan-tuan tanah 'pemilik' mereka setiap saat. Itulah Eropa pada abad ke-18.

Pada masa seperti inilah seorang pemuda Yahudi yang sederhana muncul di arena Eropa yang di kemudian hari akan memberikan dampak yang luar-biasa terhadap jalannya sejarah dunia, namanya ialah Amschel Mayer Bauer. Pada tahun-tahun selanjutnya berdasarkan pertimbangan yang matang namanya diubahnya, yang mencerminkan keterkaitan dengan kekayaan, kekuasaan, kewibawaan, dan pengaruh. Pemuda bemama Mayer Amschel Bauer ini adalah pendiri dinasti Rothschilds - seorang bankir sejati.

Mayer Amschel Bauer lahir di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1743. Ia putera dari Moses Amschel Bauer, seorang lintah-darat dan tukang emas yang berpindah-pindah dari suatu temp at ke tempat yang lain. Setelah letih berkelana di Eropa Timur, akhimya ia rnemutuskan rnenetap di kota dimana putera pertamanya dilahirkan. Ia rnembuka sebuah kedai, persisnya kedai untuk pinjam-meminjamkan uang, di Judenstrasse (kampung Yahudi). Di atas pintu masuk kedai digantungkannya merk dagangnya, berupa sebuah Tameng Merah (bahasa Jerman - Rothschild).

Pada usia yang masih sangat rnuda Mayer Amschel Bauer Jr. telah mernperlihatkan kernarnpuan intelektual yang luar-biasa, dan sang ayah mengajari hampir sepenuh waktunya segala sesuatu yang diketahuinya tentang bisnis pinjam-meminjamkan uang, serta pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dari berbagai sumber. Bauer sepuh sebenamya mengidamkan anaknya untuk dididik menjadi ulama Yahudi (Rabbi), tetapi ajal yang menjemputnya membuat idaman itu tidak pemah terwujud.

Beberapa tahun setelah meninggalnya ayahnya, Amschel Mayer Bauer muda bekerja sebagai kerani di suatu bank milik keluarga Oppenheimer di Hannover. Keunggulan kemampuannya cepat terlihat, dan kariemya melesat dengan cepat. Dia diberikan peluang sebagai mitra-muda dalam kepemilikan bank itu. Setelah ia kembali ke tempat kelahirannya di Frankfurt, ia membeli kembali bisnis yang telah dibangun ayahnya sejak tahun 1750. Tanda "Tameng Merah" yang ditinggalkan ayahnya temyata tetap menggelantung di atas pintu kedai itu. Untuk menghormati ingatan yang rnembekas kuat akan ayahnya yang tak pemah terlepas dengan merk dagang "Tameng Merah" itu, Bauer muda kernudian mengubah sepenuhnya nama keluarganya yang dianggapnya tidak cocok dengan impian besar bidang yang akan digelutinya dari Bauer (bahasa Jerman - "petani") menjadi Rothschilds, yang artinya "Tameng Merah". Sejak itu sebuah dinasti Rothschilds telah dilahirkan.

Basis pemupukan kekayaan dibangunnya pada dasawarsa 1760-an, ketika Amschel Mayer Rothschild muda rnembangun kembali koneksi dengan Jenderal von Estorff. Hubungan itu berkembang ketika ia mengabdikan-diri sebagai pesuruh bagi jenderal tersebut semasa masih sebagai karyawan di Oppenheimer Bank di Hannover.

Ketika Rothschild mengetahui jenderal yang kini ditugasi di istana Pangeran Wilhelm von Hanau memiliki hobi mengumpulkan jenis mata-uang yang langka, tanpa berpikir panjang lagi ia memanfaatkan situasi itu dengan sepenuh-penuhnya. Dengan jalan rnernpersernbahkan jenis-jenis mata-uang yang langka dengan harga miring ia membuka pintu persahabatan dengan sang jenderal dan beragarn punggawa di istana sang pangeran.

Pada suatu hari ia diperkenalkan langsung kepada Pangeran Wilhelm pribadi. Sang Pangeran membeli seonggok medali dan mata-uang langka darinya. Peristiwa ini merupakan transaksi pertama antara seorang Rothschild dengan seorang kepala sebuah negara. Dalam tempo yang tidak terlalu lama Rothschild berhasil mengembangkan bisnisnya dengan para pangeran lainnya.

Tidak lama kemudian Rothschild mencoba suatu taktik lain untuk menjamin koneksinya dengan berbagai pangeran setempat untuk mencapai tujuan-tujuannya. Ia menulisi mereka surat dengan menggosok sentimen kebanggaan para bangsawan seraya memohon akan perlindungan mereka. Surat-surat galibnya berbunyi sebagai berikut:

"Sungguh merupakan keberuntungan tersendiri telah dapat mengabdikan diri kepada Paduka Tuanku yang teramat mulia. Kiranya ketenangan dan kepuasan menyertai Paduka Tuanku yang mulia, hamba siap untuk mengerahkan segenap tenaga dan kekayaan hamba untuk dipersembahkan kepada Paduka Tuanku yang mulia bilamana saja Paduka Tuanku berkenan mengaruniakan titah Paduka Tuanku kepada hamba. Hadiah yang secara khusus sangat berarti ialah sekiranya Paduka Tuanku yang mulia berkenan mengaruniai hamba penugasan sebagai salah seorang abdi di dalam istana Paduka Tuanku. Hamba memberanikan diri menyampaikan hal ini dengan keyakinan hal itu tidak akan menyusahkan.." dst.nya

Taktiknya membuahkan hasil. Pada tanggal 21 September 1769 Rothschild berhasil memaku lambang prinsipalitas Hess-Hanau di depan kedainya sebagai lambang restu dari pangeran yang bersangkutan. Dengan huruf-huruf dari emas tulisannya berbunyi, "M.A.Rotschild. Dengan limpahan karunia ditunjuk sebagai abdi istana dari Yang Mulia Pangeran Wilhelm von Hanau".

Pada tahun 1770 Rothschild mengawini Gutele Schnaper yang masih berusia tujuh-belas tahun. Mereka dikarunia sepuluh orang anak, lima laki-laki dan lima perempuan. Putera-puteranya diberi nama Amschel III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl), dan Jacob ( James).

Sejarah mencatat bahwa Wilhelm von Hanau, "yang lambang kerajaannya terkenal di seantero Jerman sejak Abad Pertengahan", adalah seorang "pedagang daging manusia". Untuk suatu harga yang pantas, sang pangeran melalui ikatan darah yang kebetulan terkait erat dengan berbagai keluarga kerajaan di Eropa, dapat menyiapkan sepasukan tentara sewaan kepada kerajaan manapun. Langganan baiknya adalah kerajaan Inggeris, yang selalu kekurangan tentara, misalnya saja untuk keperluan menjinakkan koloni-koloninya di Amerika Utara.

Usaha sang pangeran memang sangat berhasil dengan bisnis tentara-sewaan itu. Tatkala ia mangkat ia meninggalkan warisan dalam jumlah yang tak ada taranya di Eropa pada masa itu, yaitu $ 200.000.000,-. Penulis biografi Rothschild, Frederic Morton, menggambarkan Pangeran Wilhelm von Hanau sebagai " Lintah-darat Eropah yang paling berdarah dingin".1 Rothschild di bidang ini bertindak sebagai dealer "ternak manusia" itu. Ia niscaya bekerja dengan sangat rajin dalam posisi itu, karena ketika Pangeran Wilhelm terpaksa harus melarikan diri ke Denmark, ia menghibahkan kepada Rothschild uang sejumlah tidak kurang dari 600.000 pound (senilai dengan $ 3.000.000,-) dalam bentuk deposito.


Fakta-fakta

Tentang versi lain yang terjadi dapat dibaca di dalam 'Jewish Encyclopaedia' , jilid 10, h.494, yang menulis, "Menurut ceritera dari mulut ke mulut, uang ini disembunyikan dalam guci-guci anggur, dan berhasil lolos dari penggerebekan tentara Napoleon ketika mereka menduduki Frankfurt, dan guci-guci itu ditemukan utuh pada tahun 1814, ketika para elektor (penguasa kota) menduduki elektorat itu kembali. Fakta-fakta itu agak kurang romantik, tetapi memang begitulah adanya."

Harap diperhatikan secara seksama kalimat terakhir di atas. Kalimat itu memuat makna yang penuh arti. Disini masyarakat Yahudi sendiri menjelaskan bagaimana Rothschild menyimpan uang yang $3.000.000.,- itu.

Jadi, apa yang sebenamya terjadi agaknya Rothschild telah melipat uang Pangeran Wilhelm. Bahkan sebelum uang itu sampai ke tangan Rothschild, uang itu tidak bersih (tidak 'kosher', atau halal). Uang itu berasal dari kerajaan Inggris yang dibayarkan kepada Pangeran Wilhelm, tetapi belum dibayarkan Rothschild kepada pasukan yang berhak untuk itu.

Dengan uang yang ditilep itu sebagai kapital dasar yang kokoh, Amschel Mayer Rothschild memutuskan untuk membuka usaha sendiri sebagai bankir intemasional yang pertama.


Lionel Nathan de Rothschild, 1808-1879, anak pertama dari Nathan Mayer Rothschild. Menikah dengan sepupunya, Charlotte, pada tanggal 15 Juni 1836. Beberapa hari kemudian ayahnya meninggal sehingga ia mewarisi NM Rothschild & Sons. Pada tahun 1875 membantu Kerajaan Inggris membiayai Terusan Suez. Di tahun 1858 menajdi orang Yahudi pertama yang memperoleh kursi di parlemen Inggris dan mendapat gelar “Lord“

Beberapa tahun sebelumnya Amschel Mayer Rothschild telah mengirimkan puteranya yang ketiga, Nathan, ke Inggris untuk mengelola bisnis keluarga di negara tersebut. Setelah tinggal sebentar di Manchester, dimana ia bekerja sebagai pedagang, Nathan, atas perintah ayahnya, pindah ke London dan mendirikan sebuah kantor yang berperan sebagai bank dagang. Agar kegiatan bisa berjalan, Rothschild memberikan kepada Nathan dana tiga juga dollar yang berasal dari hasil penilepan uang milik Pangeran Wilhelm Hess tadi.

'Jewish Encyclopaedia' 1905 menceriterakan Nathan menginvestasikan uang curian itu ke dalam "batangan emas dari East India Company, karena menyadari akan kemungkinan dibutuhkannya emas itu bagi kampanye Wellington di semenanjung (Iberia)". Dengan uang curian itu Nathan menghasilkan "tak kurang dari empat jenis keuntungan; (1) laba dari penjualan kertas-kertas berharga Wellington (yang dibelinya hanya seharga 50 sen untuk setiap kertas bernilai $1,-); (2) laba dari penjualan emas kepada Wellington; (3) laba dari pembelian emas itu kembali; dan (4) laba dari biaya pengiriman emas itu ke Portugal. Inilah awal dari keuntungan besar bagi dinasti tersebut"2. 'Jewish Encyclopaedia' mengakui bahwa keuntungan yang berhasil dihimpun oleh keluarga Rothschilds selama sekian tahun itu diperoleh dengan cara-cara tipu-menipu yang "lugas".


Jacob (James) Mayer de Rothschild, 1792-1868, menikah dengan keponakannya, betty, anak dari Salomon kakaknya. Pada saat perang Waterloo, Jacob tinggal di Paris dan mendirikan de Rothschild Freres yang tujuannya untuk meminjamkan uang ke pemerintahan-pemerintahan Eropa

Melalui akumulasi kekayaan yang luar-biasa dengan cara yang lihay, keluarga itu mendirikan cabang-cabang dinasti Rothschilds di Berlin, Wina, Paris, dan Napoli. Amschel Mayer Rothschild menempatkan seorang puteranya pada setiap tempat cabang usahanya. Anak sulungnya Amschel III ditempatkan dengan tanggung-jawab mengelola kantor cabang di Berlin; anak-kedua Salomon memegang kantor cabang Wina; Jacob (James) berangkat ke Paris, sedang Karlmann (Karl) membuka bank Rothschilds di Napoli. Kantor pusat dinasti Rothschilds, pada waktu itu hingga dengan sekarang, tetap berkedudukan di London.


Wasiat dari Amschel Mayer Rothschild

Ketika Amschel Mayer Rothschild meninggal dunia pada tanggal 19 September 1812, pendiri dinasti Rothschild itu meninggalkan sebuah wasiat yang ditulisnya hanya beberapa hari saja sebelum meninggalnya. Dalam wasiat itu ia menuliskan hukum khusus tentang bagaimana "dinasti" yang didirikannya itu harus menjalankan kegiatannya di masa depan. Hukum itu adalah sbb :

1. Semua posisi kunci yang ada pada dinasti Rothschilds hanya boleh diduduki oleh anggota keluarga, dan bukan oleh karyawan bayaran, dan hanya keturunan laki-laki dari keluarga yang diperkenankan dalam bisnis. Putera sulung dari putera sulung harus menjadi kepala keluarga, terkecuali bilamana mayoritas keluarga berpendapat lain. Karena alasan pengecualian inilah maka Nathan, yang memang sangat cerdas, ditunjuk sebagai kepala dinasti Rothschilds pada tahun 1812 itu.
2. Anggota keluarga hanya boleh kawin dengan saudara sepupu-sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu-dua kali (satu datuk). Dengan cara itu kekayaan keluarga dapat terpelihara agar tidak jatuh ke tangan orang lain. Aturan ini dengan taat diikuti pada masa awalnya, tetapi kemudian, tatkala keluarga bankir Yahudi kaya lainnya mulai bermunculan ke atas pentas dunia keuangan, aturan itu dikendurkan untuk memungkinkan beberapa dari keturunan Rothschilds mengawini anggota-anggota terpilih dari elit yang baru muncul tadi.
3. Amschel melarang keturunannya "dengan tegas, dalam keadaan apapun, membuat inventori publik oleh pengadilan, atau yang sejenisnya, terhadap kekayaan saya ... Saya juga melarang tindakan hukum apa pun dan publikasi apapun berkenaan dengan nilai kekayaan saya ... Siapa saja yang tidak mengindahkan ketentuan ini dan mengambil tindakan apapun yang bertentangan dengannya harus dengan segera dipandang menentang wasiat ini dan harus memikul segala konsekwensi karena tindakannya itu. "
4. Amschel Mayer Rothschild memerintahkan suatu kemitraan yang langgeng dengan menetapkan keturunan perempuan dari keluarga itu, termasuk para suami, dan anak-anak mereka, harus diberikan bagian dividen yang pantas dari hasil usaha keluarga, dan harus disesuaikan pula dengan peran dan kemampuan pihak laki-laki yang terikat karena perkawinan dengan keluarga Rothschilds. Mereka tidak diperbolehkan turut-serta mengambil bagian dalam manajemen bisnis usaha keluarga. Barangsiapa yang melanggar ketentuan ini akan kehilangan haknya dalam usaha keluarga.(Ketentuan terakhir ini secara khusus dirancang untuk menutup mulut orang yang mungkin berkehendak untuk melepaskan diri dari lingkaran keluarga. Amschel Mayer Rothschild jelas merasa ada banyak hal di bawah "karpet" keluarga yang tidak boleh diketahui).

Kekuatan dari dinasti Rothschilds terletak pada berbagai faktor penting, antara lain :
1. Kerahasiaan terhadap kontrak dan transaksi oleh bisnis keluarga harus dilakukan secara sangat ketat.
2. Kecerdikan dan instink memperkirakan atau memprediksi apa yang bakal terjadi di masa depan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Segenap keluarga harus didorong untuk mengakumulasikan kekayaan dan kekuasaan.
3. Harus ada semangat mempertahankan, semacam "kenekadan", dalam semua usaha bisnis keluarga.

Penulis biografi tentang keluarga Rothschilds, Frederic Morton, menceriterakan bahwa Amschel Mayer Rothschild dan kelima puteranya adalah para "peramal" keuangan, dan "kalkulator pembunuh" yang bekerja berdasarkan "dorongan iblis" untuk merebut sukses dalam tiap kesepakatan bisnis rahasia mereka.


Edmond de Rothschild, 1845-1934, anak bungsu dari Jacob de Rothschild. Mewarisi perusahaan kereta api Est Railway yang bermarkas di Paris. Mengunjungi Palestina ri tahun 1895 dan sejak itu menjadi pendukung utama gerakan Zionisme termasuk mendanai pembuatan koloni-koloni Yahudi di Palestina

Pengaruh Talmud

Dari nara-sumber yang berwenang di atas masyarakat memperoleh informasi, "pada setiap Sabtu malam, tatkala kebaktian telah selesai di sinagoga, Amschel mengundang rabbi ke rumah mereka. Sambil duduk membungkuk di kursi hijau, mencicipi anggur, mereka berbincang-bincang sampai larut malam. Bahkan pada hari kerja pun ... Amschel ... mendaras Talmud ... dan seluruh anggota keluarga harus duduk dan mendengarkan dengan tertib.3

Tentang keluarga Rothschilds, dapat disimpulkan mereka adalah "keluarga yang mencari mangsa bersama, harus tetap kumpul bersama". Dan mereka memang memburu mangsa! Morton menjelaskan, sulit bagi orang biasa "untuk memahami keluarga Rothschilds, apalagi untuk memahami alasan mengapa mereka sedemikian bernafsu untuk menaklukkan orang lain tanpa puas-puasnya ". Kesemua puteranya dibuai dengan semangat kecerdikan dan penaklukan yang sama.


Lionel Walter Rothschild, 1868-1937, peraih gelar “Lord” kedua dalam keluarga besar Rothschild, merupakan anak pertama dari Lionel Nathan de Rothschild, pemegang gelar “Lord” pertama. Dialah Lord Rothschild yang dimaksud oleh Balfour dalam suratnya di tahun 1917 mengenai pendirian negara Yahudi

Keluarga Rothschilds tidak mempunyai sahabat atau sekutu yang sejati. Pergaulan mereka tidak lebih daripada sekedar berkenalan yang kelak dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan dinasti Rothschilds, dan melemparkan mereka ke dalam tempat sampah sejarah begitu mereka telah memenuhi tujuan atau telah tidak lagi memberikan manfaat.

Kebenaran tentang pernyataan ini dipamerkan di salah satu alinea dari buku Frederic Morton. Ia menggambarkan bagaimana pada tahun 1806, Napoleon menyatakan bahwa "telah menjadi tujuannya untuk mengikis habis dinasti Hess-Cassel dari kekuasaan dan menghapusnya dari daftar penguasa".

"Jadi orang paling kuat di Eropa telah mengeluarkan dekrit penghapusan batu-karang di atas mana usaha keluarga Rothschilds yang baru didirikan berada. Meski demikian, kesibukan tidak berkurang di kedai "Tameng Merah" ... Rothschilds masih tetap duduk, kokoh, tak tergoyahkan, surat-surat tetap bertumpuk di atas meja. Mereka tidak peduli apakah perang atau damai, demikian juga slogan atau manifesto, atau perintah harian, tidak juga ancaman kematian atau kejayaan. Mereka tidak mempedulikan semua hingar-bingar dunia. Mereka memandangnya hanya sebagai sekedar batu loncatan. Pangeran Wilhelm satu diantaranya. Napoleon akan menjadi korban berikutnya".4

Aneh? Tidak juga! Dinasti Rothschilds tengah mebantu diktator Perancis itu, dan sebagai hasilnya, ia mendapatkan akses bebas ke pasar Perancis pada setiap saat. Beberapa tahun kemudian, ketika Inggris dan Perancis yang bermusuhan saling memblokade pantai lawan masing-masing, satu-satunya armada dagang yang diizinkan untuk menerobos blokade itu, hanyalah armada Rothschilds. Keluarga ini membiayai kedua pihak yang bermusuhan itu.

"Efisiensi yang menggerakkan putera-puitera Amschel memungkinkan "cuci gudang ekonomi" yang luar biasa: penghapusan pembukuan keuangan yang mati; merenovasi struktur kredit lama dan restrukturisasi kredit; pembentukan cara penyaluran dana segar melalui - tidak termasuk lima bank Rothschilds yang berbeda-beda di lima negara - 'clearing house' baru; menemukan metoda pengganti terhadap cara pengiriman batangan emas yang tidak hemat melalui suatu sistem debit dan kredit dengan lingkup sejagat. Salah satu sumbangan mereka adalah teknik baru dari Nathan yang mengapungkan pinjaman internasional. Ia tidak terlalu peduli dengan penerimaan dividen dalam berbagai rupa mata-uang yang asing dan merepotkan."

"Kini Nathan menciptakan sumber investasi paling kuat pada abad ke sembilan-belas dengan cara menciptakan bond asing dalam pound sterling"5.


Peran Palagan Waterloo (18 Juni 1815) terhadap Bisnis Rothschilds

Begitu kekayaan dan kekuasaan keluarga Rothschilds berkembang, baik dalam jumlah maupun pengaruhnya, begitu pula jaringan intelijen mereka. Mereka menyebarkan "agen-agen" mereka yang secara stratejik ditempatkan pada semua ibukota serta bandar pusat perdagangan Eropa. Tugas agen-agen ini menghimpun dan mengembangkan berbagai jenis intelijen. Sebagaimana semangat kerja keluarga Rothschilds, intelijen mereka didasarkan dan dikendalikan berdasarkan paduan kerja-keras dan kecerdikan tinggi.

Sistem spionase yang unik ini bermula ketika "anak-anak" mulai saling mengirimkan pesan kepada satu sarna lain melalui suatu jaringan kurir. Tidak lama sistem itu berkembang menjadi lebih canggih, lebih efektif, dan berkonsekwensijauh. Sistem itu merupakan suatu jaringan spionase yang 'par excellence'. Kecepatan dan efektivitasnya yang menakjubkan memberikan keluarga Rothschilds gambaran yang lebih jernih dalam semua kesepakatan bisnis yang mereka buat pada tingkatan internasional.

"Kereta-kereta Rothschilds meluncur di jalan-jalan darat; perahu-perahu layar Rothschilds bolak-balik di Selat Channel; agen-agen Rothschilds bergerak cepat dalam bayangan di jalan-jalan. Mereka membawa uang tunai, surat-surat berharga, laporan, dan berita. Di atas segala-galanya - ialah berita - berita eksklusif mutakhir yang diproses dengan kecepatan tinggi di pasar saham dan bursa komoditas. Dan tidak ada berita yang lebih berharga daripada hasil akhir Waterloo ..."6

Pada palagan Waterloo yang berlangsung pada tahun 1815 antara Perancis melawan kerajaan-kerajaan Eropa di bawah pimpinan Inggris, hasil palagan ini akan menentukan masa depan benua Eropa. Sekiranya Grande Armee de France Napoleon tampil sebagai pemenang, maka Perancis akan menjadi yang dipertuan atas daratan benua Eropa yang dikuasainya tanpa dapat disangkal oleh siapa pun. Tetapi, sekiranya dapat Napoleon dihancurkan dan bertekuk lutut kepada Inggris, maka Inggris akan penguasa keuangan di Eropa, dan akan menduduki posisi kuat untuk memperluas lingkup pengaruh imperiumnya ke seluruh jagad.

Penulis sejarah John Reeves, seorang pengagum keluarga Rothschilds, menulis dalam bukunya 'The Rothschilds, Financial Rulers of the Nations', pada tahun 1887, di halaman 167, bahwa "salah satu dari suksesnya (Nathan) adalah kerahasiaan yang menyelimuti dirinya, serta kebijakannya yang menyakitkan, yang senantiasa berhasil mendesepsi mereka yang mencoba mengamatinya terlampau rajin".

Ada keuntungan - dan ada pula kerugian - yang diperoleh sebagai akibat Waterloo. Pasar bursa di London benar-benar sedang meriang, ketika para pialang bursa menanti-nantikan berita akhir pertarungan kedua raksasa itu. Bila Inggris sampai kalah, ekonomi Inggeris akan terpuruk ke jurang yang tak terbayangkan dalamnya. Bila Inggris berhasil menang, ekonomi sebaliknya akan meloncat ke puncak.

Begitu kedua tentara saling mendekat untuk memasuki palagan maut, Nathan Rothschild memerintahkan agen-agennya yang berada di kedua belah front mengumpulkan informasi yang seakurat mungkin begitu pertempuran dimulai. Agen-agen tambahan dari Rothschilds bersiaga untuk menyampaikan laporan intelijen kepada pos komando Rothschilds yang digelar di tempat yang cukup dekat dan stratejik.

Pada petang-hari tanggal 15 Juni 1815, seorang wakil Rothschilds tampak melompat ke atas sebuah perahu yang dicharter khusus, dan berlayar melalui Selat Channel menuju pantai Dover, di Inggeris. Ia membawa sebuah laporan sangat rahasia dari dinas rahasia Rothschilds berkenaan dengan kemajuan palagan yang menentukan itu. Data intelijen itu akan membuktikan bagi Nathan sebagai bahan informasi yang tak dapat diabaikan dalam rangka mengambil keputusan-keputusan yang vital.

Agen khusus itu dijemput di Folkstone pada subuh keesokan harinya oleh Nathan Rothschild pribadi. Setelah secara cepat membaca pokok-pokok penting dari isi laporan itu Nathan Rothschild kembali bergegas menuju London dan langsung ke pasar bursa.


Kerahasiaan dalam berkorespondensi antar-saudara Rothschild di saat itu dilaksanakan dengan cara berpikir dalam bahasa Jerman dan menulisnya dalam bahasa In\brani, ditambah dengan kode-kode dan istilah-istilah untuk klien-klien dan pejabat-pejabat negara


Coup de Coup

Nathan Rothschild tiba di pasar bursa di tengah-tengah suasana spekulasi yang simpang-siur mengenai hasil-akhir dari palagan yang tengah berlangsung di Waterloo. Nathan berdiri di tempat kebiasaannya, di samping "Pilar Rothschilds". Tanpa memperlihatkan emosi di wajahnya, tanpa ada perubahan apa pun pada air mukanya, muka-kaku, mata agak memejam, bos dari dinasti Rothschilds itu memberikan sebuah isyarat yang telah ditentukan kepada agen-agennya yang berdiri di dekatnya.

Agen-agen Rothschilds segera mulai menumpahkan surat-surat berharga mereka ke pasar. Begitu kertas-kertas berharga bernilai ratusan ribu dolar dilemparkan ke lantai pasar nilainya dengan cepat merosot drastik.

Nathan tetap menyandar pada "pilar-"nya, tetap tanpa emosi, tanpa ekspresi. Ia tetap menjual, menjual, dan terus menjual. Nilai kertas-kertas berharga bertumbangan. Bisik-bisik mulai menyusup di tengah-tengah pasar bursa London. "Rothschilds sudah mengetahui ! Rothschilds sudah mengetahui ! "Wellington kalah di Waterloo !"

Penjualan itu berubah menjadi panik ketika semua orang mulai turut menumpahkan kertas-kertas mereka yang "tak ada harganya", demikian juga uang kertas, emas atau perak, dengan harapan paling tidak berusaha untuk mempertahankan kekayaan yang masih tersisa di tangan. Kertas-kertas berharga terus menukik tajam ke bawah. Setelah beberapa jam perdagangan yang menyakitkan itu terjadi, kertas-kertas berharga itu berserakan di lantai bursa bagai onggokan sampah. Harganya tidak lebih dari lima sen untuk setiap obligasi atau sekuritas yang senilai dengan harga satu dolar.

Nathan Rothschild, tetap tanpa emosi seperti biasanya, masih menyandar pada "pilar"-nya. Ia kini memberikan isyarat secara halus. Tetapi isyarat itu kini sudah berbeda. Isyarat itu perbedaannya begitu halus, sehingga hanya agen-agen Rothschilds yang telah sangat terlatih yang dapat memahami adanya perubahan. Sesuai petunjuk bos mereka, belasan agen Rothschilds melesat ke meja-meja yang ada di sekeliling lantai pasar bursa dan membeli setiap lembar kertas berharga yang teronggok hanya dengan senilai sebuah "siulan".

Tidak berapa lama kemudian berita "resmi" tiba di ibukota Inggris. Inggris kini telah menjadi yang dipertuan di medan Eropa. Hanya dalam beberapa detik nilai kertas-kertas berharga tadi meroket melampaui harga aselinya yang semula. Begitu makna dari kemenangan Inggris itu mulai merasuk ke dalam kesadaran publik, nilai kertas-kertas berharga itu meningkat semakin tajam. Napoleon telah menerima nasib "Waterloo"-nya. Nathan Rothschild berhasil memegang kontrol atas ekonomi Inggeris. Hanya dalam tempo semalam, kekayaannya yang sudah luar bias a itu berlipat dua-puluh kali daripada nilai sebelumnya.


Pembersihan di Perancis

Menyusul kekalahan telaknya di Waterloo, Perancis berupaya untuk membenahi ekonominya. Pada tahun 1817 mereka menegosiasikan sejumlah besar pinjaman melalui sebuah bank Perancis yang cukup bergengsi milik keluarga Ouvrad, dan dari bankir Inggeris terkenal Baring Brothers of London. Rothschilds dibiarkan tidak termasuk.

Tahun berikutnya pemerintah Perancis membutuhkan lagi pinjaman baru. Begitu surat-surat berharga yang dikeluarkan dengan bantuan Ouvrad dan Baring Brothers pada tahun 1817 naik nilainya di pasar bursa Paris serta di tempat-tempat pusat finasial di Eropa, maka nampak dengan jelas pemerintah Perancis akan memelihara jasa-jasa dari kedua bank terkemuka ini. Rothschilds bersaudara mencoba dengan segala akal yang ada pada mereka untuk membujuk pemerintah Perancis menyerahkan bisnis itu kepada mereka. Namun usaha mereka gagal.

Para bangsawan Perancis yang terbiasa membanggakan keanggunan dan keunggulan darah mereka, memandang keluarga Rothschilds tak lebih daripada petani-petani (nama-lama keluarga Rothschilds sebelum diubah adalah 'Bauer' - petani) yang tidak kenaI basa-basi, para pemula yang sebaiknya tetap di tempat mereka saja. Kenyataan bahwa keluarga Rothschilds menguasai sumber-sumber keuangan yang luas, tinggal di gedung-gedung yang mewah, dan mengenakan pakaian dari bahan yang paling anggun dan mahal, tidak membuat para bangsawan Perancis yang sangat sadar dengan kelas mereka itu bergeming. Keluarga Rothschilds dipandang sebagai lapisan yang tidak mengenal sopan-santun. Mengingat akan catatan sejarah, pandangan mereka tentang generasi pertama Rothschilds tidaklah terlalu jauh dari persepsi tadi. Salah satu dari persenjataan utama dalam gudang arsenal Rothschilds yang terlewatkan dan diabaikan oleh Perancis adalah - kecerdikan mereka dalam menggunakan dan memanipulasikan uang.

Pada tanggal 5 Nopember 1818 sesuatu yang sarna sekali tak pemah terduga terjadi. Setelah setahun mengalami stabilitas, nilai obligasi pemerintah Perancis mulai merosot. Tiap hari kemerosotan nilainya makin kentara. Dalam tempo yang singkat sekuritas pemerintah yang lain menderita nasib yang sarna pula. Suasana di istana Louis XVIII menjadi tegang. Para bangsawan dengan wajah kusam mulai mengkhawatiri nasib negaranya. Mereka mengharapkan yang terbaik, tapi mengkhawatirkan juga yang terburuk yang mungkin datang. Orang yang tidak terlalu peduli dengan keadaan buruk itu hanyalah James dan Karl Rothschild. Mereka tersenyum, tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut mereka.

Pelan-pelan suatu kecurigaan mulai muncul dalam benak beberapa pengamat. Jangan-jangan kedua Rothschilds bersaudara itu adalah penyebab dari nestapa negeri mereka. Jangan-jangan merekalah yang secara rahasia memanipulasi pasar saham dan merekayasa kepanikan yang terjadi.

Selama bulan Oktober 1818 para agen Rothschilds dengan menggunakan dana cadangan bosnya yang nyaris tanpa batas membeli sejumlah besar surat-surat berharga pemerintah Perancis melalui saingan mereka Ouvrad dan Baring Brothers. Tindakan ini menyebabkan surat-surat berharga itu meningkat nilainya. Kemudian pada tanggal 5 Nopember 1818 mereka mulai melakukan dumping terhadap kertas-kertas berharga itu di pasar terbuka di pusat-pusat komersial utama Eropa, dan menggiring pasar ke dalam kepanikan.

Sejak itu istana Aix berubah. Keluarga Rothschilds akhirnya memperoleh undangan untuk menghadap raja. Mereka kini menjadi pusat perhatian. Busana yang mereka kenakan adalah haute couture, fashion tingkat tinggi. Sejak itu "uang mereka menjadi idaman para peminjam terbaik". Keluarga Rothschilds berhasil memegang kontrol atas ekonomi-keuangan Perancis dan permainan itu namanya "kontrol keuangan" !

Benjamin Disraeli, perdana menteri Inggeris pada waktu itu, menulis sebuah novel berjudul 'Coningsby'. The Jewish Encyclopaedia, jilid 10, ha1.501-502, menggambarkan buku itu sebagai "gambaran ideal tentang Imperium Rothschilds". Disraeli menggambarkan Nathan Rothschild (dalam hubungan dengan keempat saudaranya) sebagai "pangeran dan pemimpin pasar uang dunia, dan juga, pangeran dan pemimpin dalam bidang apa saja. Secara harfiah ia bahkan memegang kendali atas pendapatan Italia Selatan, sementara para raja dan menteri dari seluruh kerajaan (Eropa) memohon nasihatnya dan menjalankannya sesuai dengan saran-sarannya".


Jangan Terdengar - Jangan Terlihat

Kup keuangan yang dilakukan oleh keluarga Rothschilds di Inggeris pada tahun 1815, dan di Perancis tiga tahun kemudian, hanyalah dua contoh dari sekian banyak yang mereka lakukan di seluruh dunia bertahun-tahun. Meski demikian ada perubahan dalam taktik yang dipakai untuk merampok uang publik yang mereka cari dengan susah payah. Dari cara terbuka dalam memanfaatkan dan mengeksploitasi bangsa-bangsa, keluarga Rothschilds secara berangsur-angsur surut ke dalam keremangan, dan kini beroperasi melalui dan di belakang berbagai jenis tirai. Pendekatan "modern" mereka, sebagaimana dijelaskan oleh penulis biografi Frederic Morton, berbunyi "keluarga Rothschilds gemar dengan kegemerlapan. Namun dengan rasa pedih keluarga Rothschild yang memendam nafsu ambisius yang tinggi itu terpaksa menikmati kegemerlapan itu hanya di dalam kamera, untuk dan di antara keluarga mereka saja".

"Kecenderungan untuk menyembunyikan diri itu tumbuh baru-baru ini saja. Pendiri dinasti itu telah melakukannya pada waktu yang silam; tetapi putera-puteranya ketika menyerbu benteng-benteng pusat kekuasaan Eropa, membawa serta segala macam senjata termasuk publisitas yang paling kasar sekalipun. Kini keluarga itu itu menyelimuti kehadiran mereka dengan kesenyapan, tak-terdengar dan tak-terlihat. Sebagai hasilnya, sebagian orang menyangka sekarang ini tak banyak yang tersisa dari apa yang pernah menjadi legenda di masa silam. Dan keluarga Rothschilds sangat puas membiarkan legenda itu tetap hidup di kalangan masyarakat luas. Hal ini ditempuh untuk menimbulkan bahwa mereka beroperasi dalam kerangka 'demokrasi', dengan tujuan untuk menipu, dan mengalihkan perhatian dari kenyataan bahwa tujuan mereka yang sebenarnya adalah untuk menyingkirkan semua jenis kompetisi dan menciptakan monopoli dunia.".7


Daftar Pustaka

1. Frederic Morton, 'The Rothschilds', Fawcett Crest, New York, 1961, h.40.
2. Ibid. h.494.
3. Ibid. h.31.
4. Ibid. h. 38, 39.
5. Ibid. h. 96.
6. Ibid. h.94.
7. Ibid. h.18, 19.

Pembentukan Tata Dunia Baru (Novus Ordo Secrolum) Melalui Kekuasaan Keuangan

Pembentukan Tata Dunia Baru (Novus Ordo Secrolum) Melalui Kekuasaan Keuangan



"Kemenangan kita diperoleh dengan lebih mudah berdasarkan kenyataan bahwa dalam hubungan dengan mereka yang kita inginkan, kita selalu bekerja pada simpul-simpul yang paling peka pada pikiran manusia, pada rekening tunai, pada nafsu manusia, pada ketidak-puasan manusia akan kebutuhan materiel; pada setiap kelemahan manusiawi ini, ia sudah cukup untuk melumpuhkan prakarsa, karena ia menyerahkan kemauan manusia kepada disposisi dia yang telah membeli kegiatan kegiatannya".
('Protokol yang Pertama')


IMF dan Bank Dunia

IMF (the lnternational Monetery Fund) dan Bank Dunia adalah lembaga dana moneter intemasional yang dalam missinya disebutkan untuk memberikan bantuan kepada negara-negara yang tengah mengalami kesulitan likuiditas keuangan atau menghadapi masalah moneter. Dalam kenyataannya IMF, dan Bank Dunia, yang saham mayoritasnya sebesar 51 % dikuasai oleh departemen keuangan Amerika Serikat.

John Reed, CEO Citigroup dan Sandy Weil, CEO Traveler’s Group., mengucapkan selamat datang kepada Robert Rubin, mantan menteri keuangan di era presiden BillClinton. Rubin bergabung dengan Citigroup pada bulan Oktober 1999

Yang telah kita ketahui ialah bagian terbesar dari saham the Fed dikuasai oleh para bankir raksasa Yahudi. Dengan uang-kertas dolar yang ongkos cetaknya, tidak peduli berapa pun nilai denominasinya di lembaran itu, hanyalah 3 sen dolar per lembar, praktis the Fed memiliki kekuasaan atas keuangan dunia hampir-hampir tanpa biaya. Meski ada beberapa kekeliruan pandangan tentang IMF dan Bank Dunia, tetapi tidak dapat disangkal bahwa keduanya, baik IMF maupun Bank Dunia, merupakan dua instrumen kekuasaan yang digunakan oleh Barat (baca : kelompok Zionis) untuk menghancurkan negara-negara yang berdaulat agar menjadi tidak lebih daripada sekedar teritori (ekonomi-keuangan) mereka, yang pada gilirannya akan kehilangan kedaulatan politik mereka.

Tatkala suatu missi IMF memasuki suatu negara, mereka sebenarnya tidak lain menjalankan rancangan untuk penghancuran lembaga-lembaga sosial-ekonomi di balik dalih persyaratan untuk meminjamkan uang. Menurut Joseph Stiglitz, mantan Kepala Tim Ekonom Bank Dunia, IMF biasanya mengembangkan program empat langkah.

Langkah pertama adalah program' Privatisasi' , yang menurut Stiglitz lebih tepat disebut dengan nama program 'Penyuapan'. Pada program ini perusahaan-perusahaan milik negara penerima bantuan IMF harus dijual kepada swasta dengan alasan untuk mendapatkan dana tunai segar. Pada tahapan ini menurut Stiglitz, "Kita bisa melihat bagaimana mata para pejabat keuangan di negara penerima bantuan itu terbelalak, tatkala mengetahui prospek 'pemberian' 10% komisi beberapa milyar dolar yang akan dibayarkan langsung ke rekening pribadi yang bersangkutan di suatu bank Swiss, yang diambilkan dari harga penjualan aset nasional mereka tadi".

Sebagai contoh, dimana pemerintah Amerika Serikat (harap dicatat departemen luar negeri, departemen pertahanan, dan departemen keuangan, sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang Yahudi), terlibat dalam kasus "penyuapan" terbesar yang pernah ada, pada program "privatisasi" di Rusia pada tahun 1995, ketika pemerintah Amerika Serikat (Yahudi) menghendaki Yeltsin terpilih lagi. "Kami tidak peduli kalau pemilihan itu adalah pemilihan yang korup. Kami ingin uang itu sampai ke tangan Yeltsin melalui 'bawah-meja' untuk keperluan kampanyenya". Yang paling menyakitkan hati bagi Stiglitz bahwa oligarchie Rusia yang didukung oleh Amerika Serikat itu menyapu habis aset industri BUMN Rusia dengan akibat, korupsi tersebul memotong pendapatan nasional Rusia tinggal hampir separuhnya saja yang menyebabkan depresi ekonomi dan kelaparan.

Sesudah program "penyuapan" itu langkah kedua IMF/Bank Dunia adalah rencana "satu-ukuran-(yang) pas - untuk menyelamatkan ekonomi anda" ('all size - economic solution '), yaitu "Liberalisasi Pasar Modal". Dalam teorinya deregulasi pasar modal memungkinkan modal investasi mengalir keluar-masuk. Namun, dengan ditingkatkannya pemasukan modal investasi dari luar, pada gilirannya akan menyebabkan pengurasan cadangan devisa negara yang bersangkutan untuk mendatangkan aset melalui impor dari negara-negara yang ditunjuk oleh IMP. Malangnya lagi, dalam kasus Indonesia dan Brazil, lagi-lagi menurut Stiglitz, modal itu hanya keluar dan keluar, tidak pernah balik.

Stiglitz menyebut program "privatisasi" ini sebagai daur "uang panas". Dana tunai dari luar masuk untuk spekulasi di bidang real-estate dan valuta, kemudian hengkang bila ada tanda-tanda akan ada kerusuhan. Akibat dari yang pertama di atas dan kedua ini, cadangan devisa negara bisa habis menguap dalam ukuran hari, bahkan jam. Dan bilamana hal itu sampai terjadi, maka untuk merayu kaum spekulan untuk mau mengembalikan dana modal nasional, IMF menuntut negara-negara debetor ini menaikkan suku-bunga banknya menjadi 30%, 50%, hahkan 80%. Ketetapan itu diikuti dengan persyaratan kebijakan deregulasi peraturan perbankan, diberlakukannya kebijakan uang ketat ('austerity policies'), dihentikannya subsidi pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat. Pada negara-negara yang sedang berkembang, dimana program pcmbangunan bagian terbesar masih menjadi tanggung-jawab negara, pemberlakuan politik uang ketat berdampak buruk terhadap kehidupan sektor riel. Penghentian subsidi terhadap sektor strategis seperti pangan, bahan bakar, transportasi, pendidikan, dan sebagainya selalu berakhir dengan krisis politik di negara-negara yang bersangkutan.

"Hasilnya bisa diprediksi", kata Stiglitz mengomentari tentang gelombang pasang uang panas di Asia dan Amerika Latin. "Suku bunga yang tinggi menghancurkan nilai properti, memangsa produksi industri, dan mengeringkan dana nasional".

Pemasukan modal investasi dari luar, meskipun tampaknya membantu untuk memperluas kesempatan kerja, dalam kenyataannya persyaratan itu telah membunuh usaha bumiputera setempat, yang pada gilirannya jatuh bergelimpangan, karena belum mampu bersaing khususnya untuk pemasaran. Acapkali kebijakan seperti itu berakibat dengan penutupan pabrik-pabrik, karena pemerintah tuan-rumah dan sektor swasta domestik tidak cukup memiliki modal. Contoh paling mutakhir adalah bangkrutnya ekonomi Argentina pada bulan Januari 2002 yang menimbulkan situasi kekacauan politik dan sosial.

Pada tahapan ini IMF menarik negara debetor yang tengah megap-megap itu ke langkah ketiga, yaitu "Pricing - Penentuan Harga Sesuai Pasar", sebuah istilah yang muluk untuk program menaikkan harga komoditas strategis seperti pangan, air bersih, dan BBM. Tahapan ini sudah dapat diprediksi akan menuju ke langkah tiga-setengah, yaitu apa yang dinamakan oleh Stiglitz, "Kerusuhan IMF".

"Kerusuhan hasil ciptaan IMF" itu sudah bisa diprediksikan dan sangat menyakitkan hati. Tatkala suatu negara sudah jatuh pingsan (IMF) akan mengambil keuntungan dan memeras sampai tetes darah terakhir yang masih ada pada negara debetor. Suhu akan terus meningkat, dan pada saatnya ketel itu meledak", seperti halnya ketika IMF, menurut Stiglitz, mengharuskan menghapus subsidi untuk beras dan BBM bagi kaum miskin di Indonesia pada tahun 1998. Indonesia meledak dengan kerusuhan. Dan masih ada contoh kasus lain - kerusuhan di Bolivia, sehubungan dengan kenaikan tarif air bersih pada tahun 2001, dan pada bulan Februari 2002 kerusuhan di Ekuador karena kenaikan harga gas dapur yang diperintahkan oleh Bank Dunia. Kesan yang ada ialah kerusuhan itu memang direncanakan.

Dan memang begitu. Apa yang tidak diketahui Stiglitz, bahwa BBC dan koran the Observer, London, berhasil memperoleh beberapa dokumen dari kalangan dalam Bank Dunia, yang diberi cap 'Confidential', 'Restricted', dan 'Not to be Disclosed'. Salah satu di antara dokumen-dokumen itu adalah apa yang disebut 'Interim Country Assistance Strategy' ('Strategi Bantuan Sementara') untuk Ekuador. Di dalam dokumen itu Bank Dunia beberapa kali menjelaskan - dengan ketepatan yang mendirikan bulu roma - bahwa mereka mengharapkan rencana mereka akan menyalakan "kerusuhan sosial", begitu istilah birokrasi terhadap negara yang terbakar.

Hal itu tidak perlu membuat kaget. Laporan rahasia itu mencatat, rencana itu dimaksudkan agar nilai mata-uang Ekuador dengan dolar Amerika akan mendorong 51 % dari penduduk Ekuador agar berada di bawah garis kemiskinan. Rencana "Bantuan" Bank Dunia di dalam laporan itu semata-mata menyeru untuk "meredakan tuntutan dan penderitaan rakyat" dengan "penyelesaian politik" -tanpa menyinggung aspek ekonomi dan harga-harga yang kian melambung

"Kerusuhan IMF" (yang dimaksudkan dengan 'kerusuhan' disini ialah demonstrasi damai yang dibubarkan dengan gas air-mata, peluru, dan tank), menyebabkan panik baru yang berakibat dengan pelarian modal ('capital flight') dan kebangkrutan pemerintah setempat. Kebakaran ekonomi ini mempunyai sisi terangnya - untuk perusahaan perusahaan asing, yang yang mendapatkan kesempatan menyabet sisa aset negara yang sedang kacau-balau itu, seperti konsesi pertambangan, perbankan, perkebunan, dan lain sebagainya dengan harga obral-besar-besaran. Contoh ini terlihat pada kepanikan pemerintah Indonesia yang melakukan "divestasi" degan harga obral-obralan pada BCA ('Bank Central Asia'), bank paling berhasil di Indonesia, pabrik semen, perkebunan kelapa sawlt, bisnis telekomunikasi, dan sebagainya, yang kesemuanya sebenamya merupakan "tambang emas" ('money-machines') bagi Indonesia.

Stiglitz mencatat bahwa IMF dan Bank Dunia bukanlah penganut yang tidak punya perasaan terhadap ekonomi pasar. Pada waktu yang sama IMF menghentikan Indonesia untuk memberi subsidi pangan. Menurut IMF, "ketika bank-bank membutuhkan bail-out, intervensi (terhadap pasar) dapat diterima". IMF menumpahkan berpuluh milyar dolar untuk menyelamatkan para finansier Indonesia dengan tambahan pinjaman dana dari bank-bank Amenka dan Eropa.

Suatu pola muncul. Dalam sistem ini banyak yang rugi, tetapi ada satu pemenang : yaitu, bank-bank Barat dan departemen keuangan Amerika Serikat, yang menghasilkan keuntungan besar dari celengan modal internasional ini. Stiglitz menceriterakan pengalaman pertemuan pertamanya, ketika baru menjabat di Bank Dunia, dengan presiden baru Etiopia dalam rangka pemilihan umum demokratis yang pertama di negeri itu.

Bank Dunia dan IMF menginstruksikan Etiopia untuk mengalihkan uang bantuan ke rekening cadangannya di departemen keuangan Amerika Serikat, yang akan memberikan bunga 4%, sementara Etiopia meminjam kepada Amerika Serikat dengan bunga 12% untuk memberi makan rakyatnya. Presiden Etiopia yang baru memohon kepada Stiglitz agar uang bantuan itu dapat digunakan sendiri untuk membangun negerinya. Tetapi tidak, uang hasil rampokan itu langsung masuk ke kas departemen keuangan Amerika Serikat di Washington.

Kini kita sampai ke tahap keempat yang oleh IMF dan Bank Dunia diberi nama "Strategi Pengentasan Kemiskinan": yaitu, Pasar Bebas. Yang dimaksud ialah 'pasar bebas' berdasarkan aturan dari WTO ('World Trade Organization' - Organisasi Perdagangan Dunia') dan Bank Dunia. Stiglitz, orang dalam Bank Dunia itu menyamakan 'pasar bebas' dengan 'perang candu'. "Konsep itu bertujuan membuka pasar", katanya. "Persis seperti halnya pada abad ke-19, negara-negara Barat dan Amerika Serikat menghancurkan rintangan yang ada bagi perdagangan di Cina. Sekarang hal yang sama dilakukan untuk membuka pasar agar mereka dapat berdagang di Asia, Amerika Latin dan Afrika, sementara negara-negara Barat itu memasang tembok yang tinggi terhadap impor hasil pertanian dan produk manufaktur dari Dunia Ketiga".

Sebagai akibat program' pasar-bebas'. Para pengusaha kapitalis lokal terpaksa meminjam pada suku-bunga sampai 60 % dari bank lokal dan mereka harus bersaing dengan barang-barang impor dari Amerika Serikat atau Eropa, dimana suku-bunga berkisar tidak lebih dari antara 6 - 7 %. Program semacam ini berakibat mematikan kaum kapitalis lokal

Dalam 'Perang Candu', negara-negara Barat mengerahkan blokade militer untuk memaksa Cina membuka pasamya bagi perdagangan mereka yang tidak seimbang. Sekarang Bank Dunia dapat memerintahkan blokade keuangan, yang sama efektifnya seperti pada 'Perang Candu' - dan sarna mematikannya.

Stiglitz khususnya sangat emosional ketika membahas tentang pcrjanjian hak-hak intelektual (dalam bahasa Inggeris disingkat dcngan TRIPS). Menurut mantan Ketua Tim Ekonom Bank Dunia itu, 'Tata Dunia Baru' ('Novus Ordo Seclorum') itu pada telah "menjatuhkan vonis hukuman mati kepada rakyat sedunia", dengan cara memberlakukan tarif dan "upeti" yang tidak masuk akal yang harus dibayarkan kepada perusahaan obat-obatan yang punya merk. "Mereka tidak peduli", kata profesor yang bekerja-sama dl bidang urusan kredit bank dengan perusahaan-perusahaan obat-obatan itu, "apakah orang akan hidup atau mati".

Sebagian besar publik, terutama pemerintahan negara-negara di Dunia Ketiga masih memandang IMF dan Bank Dunia sebagai lembaga dengan wajah yang manusiawi, seperti yang dinyatakan dalam charter-nya, "turut-serta dalam upaya menghapuskan kemiskinan". Dalam kenyataannya, IMF lebih sukses berperan dalam menciptakan kemiskinan negara-negara yang sedang berkembang, ketimbang mengatasi kemiskinan yang mereka derita. Kalau ada yang menyangka ada konflik antara keduanya, antara IMF dan Bank Dunia, maka perkiraan itu keliru sekali.

Harap disini jangan sampai dibuat bingung ketika terjadi campur-aduk dalam pembicaraan mengnai IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Lembaga-Iembaga itu sebenamya tidak lain hanyalah topeng yang dapat dipertukarkan yang berasal dari suatu sistem kekuasaan yang tunggal, kaum Zionis, sesuai keperluannya. Mereka terhubung satu dengan lainnya melalui suatu sistem yang mereka sebut "pemicu".

Ketika suatu negara memohon kredit kepada Bank Dunia untuk keperluan pendidikan, misalnya, maka permohonan tadi akan "memicu" suatu kebutuhan untuk menerima 'persyaratan' apa pun - yang mereka tetapkan rata-rata sebanyak 111 poin untuk setiap negara - yang ditetapkan secara sepihak oleh Bank Dunia dan IMF. Menurut Stiglitz, "IMF mengharuskan negara debitur menerima kebijakan perdagangan yang lebih bersifat punitif ketimbang aturan-aturan dari WTO".1

IMF dan Bank Dunia memang mempunyai misi yang sarna di Dunia Ketiga. Kenyataannya sederhana: Wall Street berdiri di belakang kedua lembaga ini. Mereka dijalankan oleh para bankir, umumnya bankir Yahudi. Harus diingat, mereka adalah pebisnis uang dan profiteur, bukan sosiolog anthropolog, apalagi kaum philanthropis.

Selain itu yang tidak banyak disadari orang ialah 'pasar bebas' pada hakekatnya adalah saudara kandung dari perang. Yang lebih penting lagi, masyarakat Dunia Ketiga pada umumnya gagal melihat hubungan erat antara gagasan pasar-bebas dengan kepentingan negara-neganl Barat. Misalnya, sedikit sekali organisasi yang mengkritik lembaga-lembaga produk Bretton Woods itu, dibandingkan dengan suara yang menentang serangan Amerika Serikat terhadap Afghanistan, misalnya mereka tidak menyuarakannya di Seattle (ketika konperensi APEC), dan juga tidak melakukannya di Washington, DC.

Mereka berkampanye menentang 'pasar bebas', menentang IMF, dan memihak kepada kampanye Jubilee untuk menghapus hutang Dunia Ketiga, tetapi tidak terhadap peperangan. 'Pasar bebas' dan perang berjalan bergandengan tangan. Sarna seperti halnya negara-negara Barat, seperti dikatakan Stiglitz di atas tadi, pada abad ke-19 memaksa Cina melakukan "perdagangan bebas opium", dan hal itu masih berlaku sekarang. Kalau dalam abad ke-19 negara-negara Barat mengeluarkan dalih "memberantas perompakan di laut" untuk menutup-nutupi agenda kolonialisme dan imperialisme mereka, dewasa ini Amerika Serikat berdalih "memerangi terorisme internasional" untuk mendapatkan konsesi pemasangan pipa minyaknya melalui wilayah Afghanistan.

Koordinasi antara negara-negara Barat dengan 'pasar-bebas' sangat jelas. Bisa dilihat contoh di Kosovo. IMF dan Bank Dunia telah merancang rencana ekonomi pasca-perang, termasuk 'pasar-bebas', bahkan jauh hari sebelum jatuhnya born pertama. Keduanya bergandengan tangan. Jika suatu negara menolak intervensi IMF, maka negara-negara Barat, dengan intervensi politik atau mengerahkan berbagai badan-badan rahasia dan kegiatan subversif, akan masuk. Tugas mereka menciptakan iklim yang kondusif bagi program-program IMF dan negara-negara Barat (baca: Zionis) untuk akhirnya dapat dilaksanakan di negara-negara tersebut. Negara seperti lndonesia menjadi contoh betapa program pinjaman hutang IMF makin menambah krisis yang memang sudah parah.

Negara-negara yang menerima apa yang disebut dengan nama "bantuan pinjaman" IMF, seperti Bulgaria dan Romania, termasuk Indonesia, mungkin tidak mendapatkan 'carpet bombing', tetapi mereka dihancurkan hanya dengan satu goresan pena. Bahasa badan tidak dapat menutup-nutupi pikiran yang ada di benak seseorang. Tentang hal itu, menarik memperhatikan keangkuhan gaya Camdessus, direktur eksekutif IMF untuk Asia-Pasifik, ketika ia menyaksikan presiden Republik Indonesia, Soeharto, terpaksa menanda-tangani Memorandum of Understanding dalam rangka memohon bantuan pinjaman IMF untuk Indonesia pada tahun 1998. Memorandum itu ternyata merupakan awal dari agenda penghancuran ekonomi Indonesia yang memang sudah terpuruk. Di Bulgaria IMF melakukan reformasi yang sangat drastis. IMF menghancurkan kondisi sosial : pensiun dipotong, pabrik-pabrik terpaksa ditutup, ada barang-barang produk pabrik yang di-dumping, penghapusan subsidi perawatan kesehatan dan subsidi transportasi secara cuma-cuma bagi rakyat, dan sebagainya.

Keprihatinan Stiglitz tentang rencana-rencana dari IMF dan Bank Dunia yang dirumuskan secara rahasia dan didorong oleh suatu ideologi dari kaum absolutis, dan yang tidak membuka peluang untuk diskusi atau penolakan. Meski negara-negara Barat mendorong pemilihan umum di seluruh negara-negara yang sedang berkembang, apa yang mereka sebut "Program Pengentasan Kemiskinan" sebenamya "merongrong demokrasi".

Dan program itu temyata tidak jalan. Produktivitas negara-negara Afrika Hitam di bawah bimbingan tangan "bantuan" struktural, IMF gagal total dan programnya hancur berantakan. Apakah ada negara-negara debitur yang mampu menghindari malapetaka ini ? "Ada", kata Stiglitz seraya menunjuk Botswana. Apa yang mereka lakukan? "Mereka menghardik IMF untuk berkemas-kemas meninggalkan negeri itu".

Lalu bagaimana cara membantu negara-negara yang sedang berkembang itu. Stiglitz mengusulkan adanya rencana land-reform yang radikal, serangan langsung ke jantung "pertuan-tanahan", pada harga sewa yang keterlaluan, yang dikenakan oleh oligarki pemilik tanah di seluruh dunia, lazimnya tidak kurang dari 50% dari hasil panen dari si penyewa tanah (sistem "paron").

Sebagai salah seorang mantan pejabat tinggi di Bank Dunia, apakah gagasan ini pemah diusulkan oleh Stiglitz? Kalau anda menantang (kepemilikan tanah), hal itu niscaya akan menimbulkan perubahan pada elit yang berkuasa. Karenanya, soal itu tidak masuk prioritas utama mereka". Setiap kali solusi dengan konsep 'pasar bebas' menemui kegagalan, menurut Stiglitz, IMF tidak lain hanya menuntut kebijakan "pasar yang lebih bebas".

"Halnya sama dengan di masa Abad Pertengahan", kata Stiglitz. "Tatkala sang pasien meninggal, mereka berkata, 'Ia terlalu banyak kehilangan darah, sebenarnya darahnya masih ada sedikit di tubuhnya'


Bantuan Ekonomi dan Kolonialisasi Gaya-Baru

Di Asia Tengah, Balkan, dan Kaukasus, reformasi dan program privatisasi dari IMF dan Bank Dunia berjalan bergandengan tang an bukan hanya dengan agenda negara-negara Barat, tetapi juga dengan operasi intelijen CIA, yang dilakukan seeara tertutup. Pengelolaan lembaga perang dan ekonomi dilakukan dengan interface satu dengan yang lain pada peringkat global.

Jadi pada saat ini berbagai negara dilemahkan dengan konflik-konflik regional dan domestik yang dibiayai oleh dana keuangan Barat, baik secara terbuka maupun seeara tertutup. Kosovo Liberation Army, Aliansi Utara di Afghanistan, (GAM di Aceh ?), hanyalah sekian contoh dari beberapa kasus, bagaimana gerakan insurgensi di suatu negara dibiayai oleh Barat. Konflik-konflik yang dimanipulasi di Kosovo, Afghanistan, Aceh, dan lain-lain, terjadi karena terdapat sumber daya alam dalam jumlah yang strategis, minyak dan gas bumi, ladang ganja dan obat bius, yang oleh CIA dikelola secara tertutup.

Pada gilirannya kepentingan ekonomi ini bermuara ke politik luar negeri resmi Ameriksa Serikat. Akhimya ujung-ujungnya ke IMF, Bank Dunia, dan bank-bank regional dan investor swasta. Perang Afghanistan adalah contoh nyata adanya mata-rantai yang kuat antara agenda untuk untuk menguasai minyak yang ada di perut bumi Cekung Kaspia (Caspian Basin) dengan rancangan membangun hegemoni politik di Asia Tengah dalam rangka mengamankan kepentingan minyak dan gas bumi bumi tersebut.

Peristiwa serangan 11 September 2001 terhadap gedung-kembar WTC New York yang menewaskan lebih-kurang 6.000 jiwa adalah suatu rekayasa politik yang luar biasa kejamnya yang dilakukan oleh kelompok 'rajawali' Yahudi di bawah pimpinan Paul Wolfowitz di departemen pertahanan Amerika Serikat, yang bekerja-sama erat dengan dinas rahasia Israel Mossad, untuk mendapatkan dalih "menghukum" Afghanistan sebagai "kambing hitam"-nya.

Semuanya berkaitan sebagai suatu mata rantai. Kecurigaan bahwa serangan terhadap gedung-kembar itu merupakan sebuah rekayasa sangat rahasia oleh pihak Amerika Serikat sendiri yang dibantu oleh badan intelijen Israel Mossad, bukan hanya dikeluarkan oleh Alexander Gordon, seorang analis keamanan Amerika Serikat, tetapi juga dari ulasan koran the Guardian dan BBC London, kantor berita teve Amerika 'Fox News', Vision TV Kanada, koran the Washington Post, bahkan datang dari pemerintah Jerman, sekutu Amerika Serikat sendiri.

Mari dicermati institusi global ini: ada sistem PBB dengan missi konon untuk "memelihara perdamaian" yang pembentukannya diprakarsai oleh tokoh-tokoh Zionis; mereka memainkan perannya melalui negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat. Dari situ ada IMF, Bank Dunia, dan bank-bank pembangunan regional seperti ADB, Asian Development Bank, dan sebagainya. Di Eropa ada the European Bank for Reconstruction and Development, serta WTO. Lembaga-lembaga ini merupakan kekuatan utama mereka.

Kadangkala perang diperlukan untuk menciptakan suatu kondisi yang kondusif, dan kemudian lembaga-lembaga ekonomi produk kaum Zionis itu akan masuk untuk memberesi keadaan yang berantakan. Sebagai misal, sesudah pemerintahan Taliban di Afghanistan jatuh, kelompok bankir Yahudi ini mengusulkan dibentuknya semaeam 'Marshall Plan' untuk "membangun kembali" infra-struktur negeri itu yang sudah hancur berantakan.

Atau.sebaliknya, IMF sendiri yang melakukan destabilisasi ekonomi seperti yang mereka lakukan di Indonesia. Mereka bersikeras menghapus subsidi pada berbagai kebutuhan publik di negara itu. Kini kebijakan itu berhasil melumpuhkan sebuah negara sebesar Indonesia yang terdiri lebih dari 17.000 pulau, dan berakhir dengan keterpurukan ekonomi yang kacau-balau. Keadaan geografinya dan persebaran sumber daya-alamnya yang tidak merata membuat ekonomi nasionalnya bukan menjadi sumber kesejahteraan, tetapi berubah menjadi suatu malapetaka. IMF meninggalkan kondisi ekonomi-keuangan negara kepulauan ini dalam keadaan berantakan dengan cara yang belum pernah dihadapi oleh orang Indonesia.

Apa yang telah diperbuat oleh IMF di Indonesia? Mereka bersikeras memotong uang yang seharusnya ditujukan untuk mensubsidi pemerintahan di daerah, misalnya di bidang pendidikan, dan sebagainya. Kebetulan mereka melakukan hal yang serupa di Brazil. Mereka mendestabilisasikan suatu negara, karena untuk menguasai suatu negara harus ada kesamaan fiskal, suatu sistem untuk transfer fiskal. Jadi di suatu tempat seperti di Indonesia, mereka mendorong sctiap daerah rrielalui kebijakan otonomi daerah yang infra-strukturnya tidak disiapkan lebih dahulu, masing-masing akhirnya berperilaku menjadi semacam negara bagian.

Dan tentu saja gagasan untuk masing-masing berdiri-sendiri menjadi sangat menarik bagi berbagai kelompok etnik di daerah yang berbeda-beda. Tentu saja mereka (yakni perancangnya di IMF) sadar sekali tentang hal ini - mereka melakukannya berulang-kali. Mereka hanya mendorong saja gagasan yang sudah ada. Hal itu terjadi di Yugoslavia, terjadi di Brazil; hal itu bahkan terjadi di bekas Uni Sovyet, dimana daerah-daerah dilepaskan begitu saja, karena Moskow tidak mampu memberi mereka uang. Kalau hal itu terjadi dimana rakyat dimelaratkan, mereka mulai saling membunuh. Terjadi pada setiap kelompok, pada kelompok-kelompok etnik, agama, dan kedaerahan, seperti di Indonesia.

Namun hal yang sarna bisa saja terjadi, seperti di Somalia, dimana tidak ada kelompok-kelompok etnik, tetapi skema IMF tetap berjalan. Tidaklah diperlukan adanya masyarakat multi-etnik untuk agenda memecah belah suatu bangsa, untuk melakukan Balkanisasi. Skema ini didasarkan pada agenda 'rekolonialisasi'.


Negara dan 'Teritori'

Negara-negara diubah menjadi teritori-teritori, persisnya koloni gaya baru. Apa beda negara dengan teritori ? Negara memiliki suatu pemerintahan, memiliki lembaga-lembaganya, ada anggaran, negara memiliki perbatasan ekonomi, dan memiliki lembaga seperti beacukai

Sebuah teritori, hanya memiliki pemerintahan secara nominal yang dikendalikan oleh IMF Tidak ada lembaga-lembaga yang otonom dan berdaulat, baik dari pemerintahan maupun swasta, karena telah diperintahkan tutup oleh IMF dan Bank Dunia. Tidak ada perbatasan, karena WTO telah memerintahkan pasar-bebas. Tidak ada industri atau pertanian, karena sektor-sektor ini telah didestabilisasikan sebagai akibat meningkatnya suku-bunga sampai 60 % per annum, dan hal itu akibat dari program IMF juga. Angka 60% itu bukan mengada-ada; di Brazil angka itu lebih tinggi. Pada tahun 1998 Indonesia mengalami hal serupa, Botswana menghadapi hal yang sama. Sukubunga seperti itu luar biasa tingginya.

Untuk mencapai hal itu IMF memasang batas ceiling kredit. Sehingga orang tidak mungkin mendapatkari pinjaman bank; bank-bank tidak mampu menjalankan peran intermediasi mereka keadaan suku-bunga meningkat, dan tentu saja hal itu secara pasti membunuh ekonomi setempat. Di Indonesia, IMF menuntut pelaksanaan kebijakan uang-ketat ('austerity program') dengan menaikkan suku-bunga obligasi bank sentral menjadi 17%, sehingga mendorong bank-bank komersial menaikkan suku-bunga kredit mereka. Untuk menambah keadaan menjadi lebih parah bank sentral Indonesia menuntut tiap bank yang ingin tetap hidup harus memiliki CAR (capital adequacy ratio) minimal 8%. Akibatnya bank-bank Indonesia berlomba-lomba mencari dana masyarakat, ketimbang menjalankan peran intermediasi mereka untuk mendorong kembali hidupnya ekonomi di sektor riel.

Untuk melawannya tidak mungkin dengan suatu gerakan topik tunggal. Tidaklah mungkin memfokuskan semata-mata pada lembaga-lembaga Bretton Woods, atau WTO, atau terhadap isu lingkungan, atau perekayasaan genetik. Perjuangan melawan "kolonialisme gayabaru" itu harus dalam hubungan totalitas. Tatkala menggunakan totalitas orang akan mampu melihat hubungan penggunaan kekuatan.

Di bawah sistem ekonomi seperti yang ada sekarang ini terhampar sendi-sendi orde kapitalis yang tertutup: industrial-military complex (catat; embargo Amerika Serikat terhadap peralatan militer Indonesia), kegiatan apparatus intelijen, dan kerja-sama dengan dan pengerahan kejahatan terorganisasikan (organized crimes), termasuk perdagangan narkotika untuk mendanai konflik-konflik internal di suatu negara dalam rangka membukakan pintu negara-negara Dunia Ketiga tersebut ke bawah kontrol komplotan Barat-Zionis.

Kini zamannya telah beralih dari gunboat diplomacy ke missile diplomacy. Sebenarnya istilah missile diplomacy tidaklah tepat. Yang ada adalah pemboman secara kasar dan primitif, seperti halnya ancaman dari utusan presiden Bush kepada pemerintahan Emirat Islam Afghanistan pada tahun 1999, tatkala Bush menghendaki tampilnya kembali bekas raja Mohammad Zahir Shah di Afghanistan sebagai tokoh pimpinan pemerintahan boneka, dan konsesi eksploitasi atas minyak dan gas bumi Afghanistan, serta pemasangan lintas pipa-minyak dari Turkmenistan ke Pakistan melalui wilayah Afghanistan dengan ancaman kasar, "Kalau anda setuju kami akan hamparkan 'carpet of gold', tetapi bilamana tidak, kami akan berikan anda 'carpet-bombing' ". Taliban menolak, dan mereka mendapatkan ganjaran, 'carpet-bombing' yang dijanjikan itu.


Money-Politics dan Penguasaan Elit Politik


Sebagian dari birokrasi sipil dan aparat intelijen militer di Dunia Ketiga terdiri dari para gangster dan kriminal2. Namun keadaan yang sebenarnya bila didalami jauh lebih rumit. Karena pada dasarnya para gangster itu tidak lebih dari instrumen dalam jaringan-kerja dari para pemodal besar internasional (baca: Yahudi). Mereka tidak menghalang-halangi sistem yang ada. Para gangster itu adalah orang yang dengan mudah dapat dipergunakan, karena mereka tidak bertanggung-jawab kepada konstituensi mereka, atau kepada siapa pun. Karena itu penggunaan mereka sangat bermanfaat.

Ambil misalnya ketika negara-negara Barat mendudukkan Hacim Thaci (pernimpin 'Tentara Pembebasan Kosovo') dalam pemerintahan di Kosovo, atau Abdul Hamid Karzai di Afghanistan. Jauh lebih mudah menempatkan gangster semacam mereka untuk memerintah negeri Kosovo atau Afghanistan, daripada mendudukkan seorang perdana menteri terpilih dengan integritas pribadi yang tinggi, yang bertanggung-jawab kepada konstituensinya. Yang terbaik adalah menempatkan seorang gangster-terpilih, seperti Boris Yeltsin (bagaimana dengan di Indonesia?), karena cara itu yang terbaik. Cari dan temp atkan seorang gangster-terpilih. Di pemerintahan Amerika Serikat sudah beberapa kali menempatkan gangster terpilih. Mengapa? Karena gangster-terpilih lebih mudah dikendalikan daripada seorang bukan-gangster yang diangkat.

Tetapi harus dimaklumi, para gangster ini merupakan kaki-tangan yang sangat menyolok - hal itu disebut sebagai kriminalisasi suatu negara. Sudah dapat dipastikan akan ada inter-penetrasi perdagangan yang legal maupun illegal. Dan perdagangan ilegal selalu berada dalam bisnis dan keuangan berskala besar. Pemimpin yang mendapatkan dukungan luas dari rakyat oleh negara-negara Barat tidak dikehendaki. Sebagai contoh bekerjanya anasir Zionis melalui jaringan klandestin, baik melalui partai-partai politik yang korup, badan-badan LSM kiri, kelompok 'theologi pembebasan' Katolik Jesuit yang kekiri-kirian, serta kaum anarkis, telah berhasil menyingkirkan tokoh yang memiliki integritas dan kompetensi. Pemimpin yang memiliki integritas dari segi kepentingan Zionisme secara politik tidak-dikehendaki. Itulah yang terjadi dengan nasib presiden B.J.Habibie dari Indonesia, yang ditendang keluar, bahkan oleh partainya sendiri.

Aspek penting dari kegiatan klandestin IMF adalah menciptakan kondisi untuk membiakkan perdagangan ilegal dan untuk mencuci uang di seluruh dunia. Hal itu sangat jelas, karena ketika ekonomi legal jatuh terpuruk akibat reformasi IMF, lalu apa yang tersisa. Yang tersisa adalah ekonorni-kelabu, ekonomi kriminal. Hal itu mendorong perkembangan kekuatan ekonomi ilegal yang akan digunakan untuk menggantikan kekuatan ekonomi legal yang secara potensial lebih bertanggung-jawab.

Keruntuhan sistem ekonomi yang legal di suatu negara menciptakan juga kondisi untuk perkembangan insurjensi, destabilisasi pemerintah terpilih, penutupan lembaga-lembaga, dan perubahan negara menjadi sekedar sebuah teritori, yang kemudian dikendalikan layaknya sebuah koloni. Indonesia dilihat dari berbagai indikasi obyektif, layak untuk dimasukkan ke dalam kartegori 'koloni gaya-baru' dari negara-negara Barat.


Kasus - "Suatu Model Membuka Kosovo untuk Modal Asing"

Di daerah pendudukan Kosovo yang berada di bawah mandat pasukan penjaga-keamanan PBB, "terorisme oleh negara" dan kaum pembela "pasar-bebas", berjalan bergandengan tangan. Kriminalisasi oleh lembaga-lembaga negara yang terus berlangsung bukannya tidak sesuai dengan sasaran-sasaran ekonomi dan strategi Barat di Balkan.

Tanpa memperhitungkan kejahatan pembantaian rakyat sipil, pemerintahan KLA yang memproklamasikan diri-sendiri telah memberikan komitmennya untuk membentuk suatu "pemerintahan yang aman dan stabil" bagi para investor asing dan lembaga-lembaga keuangan internasional Yahudi, yang didukung oleh negara-negara Barat, dan lembaga-lembaga keuangan yang berbasis di New York dan London. Mereka telah melakukan analisis tentang konsekwensi bila suatu intervensi militer terjadi dengan akibat perlunya pendudukan Kosovo, hampir setahun sebelum terjadinya perang. Konsep ini diulang kembali di Afghanistan pada tahun 2001. IMF dan Bank Dunia telah melakukan suatu 'simulasi' yang 'mengantisipasi kemungkinan skenario darurat berlaku sebagai akibat ketegangan-ketegangan yang ada di Kosovo'.

Tatkala pemboman masih berlangsung, Bank Dunia dan Komisi Eropa memperoleh sebuah mandat khusus guna 'mengkoordinasikan para donor' untuk bantuan ekonomi di Balkan. Muatan 'terms of reference' tidak mengeluarkan Yugoslavia dari daftar penerima bantuan donor tersebut. Hal itu dengan jelas menegaskan bahwa Belgrado berhak untuk mendapatkan pinjaman pembangunan "begitu keadaan politik disana berubah". Sehubungan dengan Kosovo, alih-alih memberikan pinjaman untuk membangun kembali infra-struktur propinsi Kosovo, IMF dan Bank Dunia malah lebih memusatkan intervensinya dengan pemberian 'bantuan dalam merancang rekonstruksi dan program recovery' serta apa yang dinamakan 'nasehat kebijakan dalam manajemen ekonomi' dan 'pembangunan kelembagaan' khususnya 'pemerintahan'. Dengan kata lain, sepasukan ahli hukum dan konsultan dikirimkan untuk menjamin transisi Kosovo 'membangun suatu ekonomi pasar yang hidup, terbuka, dan transparan'. Bantuan yang diberikan kepada pemerintahan sementara Kosovo akan diarahkan menuju 'terbentuknya lembaga-lembaga yang transparan, efektif, dan berkelanjutan'. 'Pemberdayaan lingkungan' bagi investasi modal asing akan dibentuk sejajar dengan pembentukan 'jaringan keselamatan sosial' dan 'program pengentasan kemiskinan'.

Sementara itu bank-bank milik negara Yugoslavia yang beroperasi di Pristina ditutup. Mata-uang Deutschmark ditetapkan sebagai alat tukar yang sah, dan sistem perbankan dialihkan kepada Commerzbank AG Jerman, yang menjadi pemegang saham tunggal swasta di dalam Micro Enterprise Bank (MEB milik Kosovo) yang dibentuk pada awal tahun 2000 dengan pemrakarsa International Finance Corporation (milik Bank Dunia), the European Bank for Reconstruction and Development (EBRD), bersama dengan Nederlandse FinancieringsMaatschappij voor Ontwikkelingslanden (FMO). Internationale Micro Investitionen (IMI milik Jerman), dan Kredit Anstalt fuer Wiederaufbau (KW juga milik Jerman). Jadi pihak Jerman (Commerzbank AG, milik Yahudi) akan menjalankan kontrol atas fungsi-fungsi perbankan untuk propinsi Kosovo termasuk transfer keuangan dan transaksi luar negeri.

Dalam karakter yang sarna para komprador IMF di Indonesia tengah gencar-gencarnya menjual aset-aset publik yang selama ini berperan sebagai money-machine bagi Indonesia dengan harga obral-obralan, seperti BCA, Telkom, Semen Gresik, perkebunan kelapa sawit eksmilik Salim Grup, dan lain-lain kepada pihak asing. Para bidder domestik dalam proses tender itu tidak digubris. Tidak salah bila Prof.Chossudovsky memasukkan Indonesia ke dalam kategori "teritori" dari kekuatan keuangan Zionisme.3


Daftar Pustaka:

1. Greg Palast, 'The Globalizer Who Came In From the Cold', the Observer, London, October 10,2001.
2. Lloyd, 'Modern Indinesia in Transition', Australian National University, 2002.
3. Prof. Michel Chossudovsky, 'The IMF and World Bank: Two Instruments of National Destruction " University of Ottawa, 2000.

Kolaborasi Amerika Dengan Zionisme dan Israel

Kolaborasi Amerika Dengan Zionisme dan Israel



“…kemudian mereka melihat orang-orang telanjang, dan sang Admiral dengan perahu bersenjata mendarat. “Terekamlah dalam catatan kapal pertemuan pertama kali Colombus dengan penduduk asli Amerika, yang kemudian dipetakan oleh Colombus dengan nama Hispaniola”


"Di atas puing-puing reruntuhan aristokrasi kaum non-Yahudi, kita akan membangun aristokrasi dari kalangan klas terdidik kita, dan atas segenap aristokrasi keuangan.
Kita telah membangun basis bagi aristokrasi yang baru ini atas dasar kekayaan yang kita kendalikan, dan atas dasar ilmu-pengetahuan yang dibimbing oleh kaum bijak kita."
('Protokol yang Pertama')



Ekspedisi Columbus ke Amerika Dibiayai Yahudi


Ketika delegasi Amerika Serikat dan Israel melakukan walk-out bahkan sebelum Konperensi PBB di Durban, Afrika Selatan, dilangsungkan dari tanggal 29 Agustus sampai dengan 1 September 2001 dengan thema tentang "Rasisme, Xenophobia, dan Intoleransi", maka langkah memalukan itu memperlihatkan betapa Amerika Serikat bersedia melakukan apa saja derni kepentingan Israel.

Awal hubungan orang Yahudi dengan Amerika sudah dimulai sejak pendaratan Christoper Columbus (1451-1506) di Waiting Island, Bahama, pada tanggal 12 Oktober 1492. Tujuan perjalanan ini semula adalah untuk mencapai "kepulauan rempah-rempah" Maluku di Hindia Timur dengan mengambil rute ke arah barat yang belum pernah dijelajahi sebelumnya oleh peluul mana pun. Semula Columbus mengajukan usul permohonan ini kepada raja Portugis, tetapi permohonannya ditolak.


Adalah suatu kebetulan pada tanggal 2 Agustus 1492 lebih dari 300.000 orang Yahudi diusir dari Spanyol, dan sehari kemudian, pada tanggal 3 Agustus 1492 Columbus berlayar ke arah barat, dengan membawa beberapa orang Yahudi bersamanya. Mereka bukan berstatus sebagai pengungsi, karena impian mualim itu ialah menimbulkan simpati pada beberapa orang Yahudi yang berpengaruh jauh-jauh hari sebelumnya. Columbus sendiri menceriterakan bahwa ia banyak mempunyai sahabat orang Yahudi. Surat pertama yang ditulisnya secara sangat mendetil tentang penemuannya di Benua Baru dikirimkannya kepada seorang Yahudi. Sebenarnya pelayaran yang bersejarah itu yang berjasa menambahkan pengetahuan kemakmuran kepada manusia tentang "separuh bagian bumi lainnya yang sebelumnya tidak diketahui" telah dimungkinkan berkat orang Yahudi.

Ada tiga orang "marano" atau "Yahudi rahasia" yang kebetulan mempunyai pengaruh kuat di istana Spanyol: mereka adalah Luis de Santagel, seorang saudagar besar dari Valencia, dan juga berperan sebagai pemungut pajak bagi kerajaan; keluarganya Gabriel Sanchez, yang menjadi bendahara kerajaan, dan sahabat mereka, penasehat kerjaan Juan Cabrero. Ketiga orang ini tanpa jemu-jemunya mengingatkan Ratu Isabella betapa kekayaan kerajaan kian hari kian susut, dan kemungkinan Columbus akan menemukan "pulau emas" di Hindia Timur, sehingga akhimya Sri Ratu bersedia menawarkan perhiasan-perhiasannya untuk digadaikan sebagai dana bagi pelayaran itu. Tetapi Santagel membujuk Sri Ratu untuk menberikan izin membayar panjar biaya pelayaran itu, yang jumlahnya sekitar 17.000 dukat, pada waktu itu sarna dengan 5.000 poundsterling, atau 40.000 poundsterling nilai uang masa kini.

Ikut dalam rombongan ekspedisi itu paling tidak lima orang "marano". Mereka adalah Luis de Torres, sebagai penterjemah; Alonzo de la Calle dan Gabriel de Sanchez, Marco, seorang ahli bedah; dan Bernal, scorang dokter umum, untuk melayani pelayaran tersebut. Ekspedisi pclayaran ini terdiri dari tiga kapal-layar, kapal Santa Maria sebagai kapal-bendera, diikuti lagi oleh dua kapal, yakni Nina dan Pinta, yang berangkat meninggalkan pantai Spanyol pada tangga13 Agustus 1492.

Ekspedisi Columbus berlayar ke arah barat-daya Spanyol menuju kepulauan Kanari, kemudian dari sana haluan diarahkan ke barat. Setelah menjalani pelayaran selama dua bulan sembilan hari ekspedisi itu "menemukan" Waiting Island di Bahama pada tanggal 12 Oktober 1492. Pelayaran diteruskan dan setelah menemukan pulau Kuba dan Hispaniola, ekspedisi ini kembali ke Spanyol. Sekembalinya di Spanyol Columbus dianugerahi pangkat laksamana dan dikaruniai jabatan sebagai gubemur atas pulau-pulau yang ditemukan dan yang akan ditemukan.

Columbus melakukan tiga kali lagi ekspedisi pelayaran ke "Benua Baru". Setahun kemudian pada bulan Oktober 1493 ia berlayar meninggalkan Spanyol, kali ini dengan 17 buah kapal, dengan rencana membangun tempat-tempat perdagangan dan koloni, dengan membawa serta beratus-ratus kolonis, termasuk di antara mereka para "marano". Ia membangun koloni pertama di pulau Hispaniolia, dan menemukan lagi pulau-pulau Puerto Rico, Jamaika, kepulauan Virgin dan Antilla. Dalam pelayarannya yang ketiga pada tahun 1498 mendarat di benua Amerika dan menemukan Trinidad.

Sahabat lama Columbus, Luis de Santagel dan Gabriel de Sanchez mendapatkan hak-hak istimewa yang banyak untuk jasa-jasa mereka sehubungan dengan ekspedisi itu, namun Columbus sendiri dikhianati oleh Bernal sang dokter, yang menghasut pemberontakan melawannya. Ia kembali ke Spanyol dan digantikan oleh Fransisco de Bobadilla sebagai gubernur untuk seluruh daerah yang baru ditemukan. Bahkan nama benua baru yang ditemukannya tidak diberi nama menurut namanya, tetapi diberi nama Amerika, nama seorang ' mualim Italia, Amerigo Vespucci (1454-1512). Dengan dua kali pelayaran (1499-1500 dan 1501-1512) menyusuri pantai Amerika Selatan, Amerigo Vespucci berkesimpulan yang ditemukan sama-sekali bukan benua atau bagian dari Asia. Nama “Amerika” pertama kali muncul di peta pada tahun 1507. Christoper Colombus sendiri meninggal dalam keadaan miskin dan terhina pada 1506.

Sejak dari awal orang Yahudi memandang Amerika sebagai lahan yang subur, dan arus migrasi orang Yahudi berlangsung dengan sangat deras ke Amerika Selatan, terutama ke Brazil. Luis de Torres, menetrap di Kuba dan disana ia mengusahakan perkebunan tembakau. Luis de Torres menjadi "Bapak Tembakau" yang memperkenalkan komoditas baru ini ke Eropa, dan mendapatkan keuntungan yang besar dari pedagangan itu. Tetapi karena adanya peperangan antara orang Portugis di Brazil dengan Belanda, orang Yahudi di Brazil merasa tidak aman dan terpaksa berpindah menuju koloni yang didirikan Belanda di Amerika Utara yang dinamai Nieuw Amsterdam.


Koloni Yahudi di Amerika

Koloni Belanda Nieuw Amsterdam (1624) berkembang jauh lebih maju daripada Kuba atau Brazil. Hubungan perdagangan Eropa dengan koloni Belanda ini berkembang pesat terutama ketika di bawah pemerintahan gubemur Pieter Stuyvesant. Peperangan yang melanda Brazil, dan kenyataan bahwa Nieuw Amterdam lebih menjanjikan, makin memperkuat tekad para "marano" untuk memindahkan pusat perdagangan mereka dari Amerika Selatan ke Nieuw Amsterdam.

Gubernur Pieter Stuyvesant tidak terlalu suka dengan kedatangan orang-orang Yahudi ke Nieuw Amsterdam, dan memerintahkan mereka meninggalkan koloni tersebut. Tetapi orang-orang Yahudi itu ternyata telah mengantisipasinya untuk menjamin mereka dapat tinggal menetap meski tidak diterima dengan senanghati. Entah apa yang mereka lakukan, Dewan Direktur Nieuw Amsterdam meralat perintah gubemur Pieter Stuyvesant, dan para Direktur itu memberikan salah satu alasan dari keputusan mereka menerima orang-orang Yahudi itu ialah "besarnya kapital yang telah diinvestasikan oleh mereka kepada Kompeni".

Namun, gubemur Stuyvesant tetap mengeluarkan berbagai peraturan, antara lain melarang orang Yahudi menjabat sebagai ambtenaar dan membuka bedrijf di bidang bisnis ritel di koloni Belanda tersebut. Para pedagang Yahudi itu tidak kehabisan akal. Mereka membuka perdagangan impor komoditas tertentu melalui koneksi mereka dengan para saudagar Yahudi di Eropa. Ketika hal itu juga dilarang juga oleh gubernur Stuyvesant, para pedagang Yahudi yang cerdik itu mengalihkan usaha mereka dengan berdagang pakaian karena tidak seorang pun saudagar yang cukup terhorrnat bersedia memperdagangkan barang-bekas. Bisnis pakaian-bekas laku keras terutama di kalangan migran Eropa yang pada umumnya masih hidup dalam kemiskinan. Adalah masyarakat Yahudi yang pertama kali menjadikan pakaian-bekas sebagai komoditas perdagangan di dunia. Bisnis itu di kemudian hari mereka kembangkan ke industri pakaian murahan, yang kini lebih dikenal dengan jenis pakaian ‘jeans’ dan 'denim' yang semula terbuat dari bahan kain layar (terpal) yang murah, kuat, serta tahan lama, yang terutama cocok bagi para pekerja di daerah pedalaman Amerika Serikat. Salah satu nama yang kesohor hingga sekarang adalah jean dari Strauss Levi.

Orang Yahudi adalah pedagang pertama di dunia yang memperdagangkan apa saja dari barang-bekas; mereka adalah kaum pemulung pertama di dunia; mereka membangun kekayaan mereka dari remah-remah peradaban. Mereka mengajarkan bagaimana memanfaatkan permadani tua, bagaimana membersihkan bulu-burung yang sudah lusuh, dan bagaimana memanfaatkan kulit kelinci murahan menjadi pakaian bulu yang menjadi tampak mahal. Mereka memiliki selera tinggi berdagang bahan dari bulu-buluan, yang kini menjadi keahlian khas mereka. Hal itu karena dibantu kenyataan adanya berbagai jenis bulu binatang, yang oleh mereka diberi berbagai nama- nama yang eksotik seolah-olah terbuat dari bulu binatang berkualitas tinggi. Tanpa sadar gubernur Stuyvesant telah membukakan pintu kepada orang Yahudi menjadikan Nieuw Amsterdam sebagai bandar perdagangan utama bagi Amerika.

Empat-puluh tanun kemudian koloni itu direbut oleh Inggeris pada tahun 1664, dan namanya diganti dengan nama baru New York, sebagai penghormatan kepada Duke of York (kemudian menjadi raja James II). New York menjadi tujuan imigrasi orang Yahudi ke Amerika Serikat sampai sekarang. Ketika terjadi Revolusi Amerika (1775-1783) masyarakat Yahudi yang bermukim di New York pindah berbondong-bondong ke Philadelphia. Setelah Revolusi Amerika berakhir orang-orang Yahudi itu balik kembali ke New York dan menjadikannya sebagai negara bagian dengan konsentrasi terbesar masarakat Yahudi di Amerika Serikat sampai saat ini. Orang-orang Yahudi menyebut kota New York sebagai "New Jerusalem" dan Pegunungan Rocky oleh mereka diberi nama yang bernuansa agama “Gunung Zion". Amerika oleh kaum Yahudi dipandang sebagai “Tanah yang Dijanjikan" yang sesungguhnya. Tidak mengherankan bila perkembangan komunitas Yahudi di Amerika Serikat melalui New York sangat pesat. Keberhasilan kaum Yahudi di Amerika Serikat dalam perdagangan, terutama di bidang pinjam-meminjamkan uang, sangat besar.

Pada tahun 1776 ketika masih berlangsung revolusi Amerika, jumlah merekaditaksir tidak lebih dari 4.000 jiwa. Lima puluh tahun kemudian, pada tahun 1826, angka itu membengkak menjadi delapan kali lipat, kira-kira 3.300.000 jiwa. Kaum Yahudi sudah terlibat dalam kehidupan politik sejak Perang Kemerdekaan Amerika melawan Inggris. Mereka memberikan dukungan berupa pinjaman dana untuk perang kepada Tentara Kontinental di bawah jenderal George Washington, sementara pada waktu yang bersamaan keluarga Rothschilds London membantu berupa pinjaman pula kepada kerajaan Inggris, Keadaan itu bukannya tidak diketahui oleh para pemimpin Amerika Serikat setelah usai perang.


Migrasi Besar-besaran Orang Yahudi ke Amerika Serikat

Sebagai akibat adanya 'pogrom' di Rusia, dan sikap anti-Semitisme yang luas di negara-negara Eropa Timur pada akhir abad ke-19, terjadi migrasi besar-besaran kaum Yahudi ke Amerika Serikat, Kanada, Amerika Latin, dan Australia. Pada tahun 1880 jumlah migran Yahudi ke Amerika Serikat mencapai 250.000 jiwa. Pada akhir PD I angka itu membengkak menjadi 4,0 juta jiwa (Abram Leon Sachar, 'History of the Jews', Alfred Knopf, New York, 1974, h.398). Perubahan jumlah populasi orang Yahudi yang massif itu, persoalan gelombang migrasi orang Yahudi ke Amerika Serikat, menjadi bahan obrolan di resepsi-resepsi bahkan sampai ke Gedung Putih. Presiden Wilson, isteri, dan pembantu presiden kolonel Edward M. House berspekulasi pada tahun 1918 tentang jumlah orang Yahudi yang ada di dunia. Kolonel House mengira-ngira paling tidak ada 15 juta orang Yahudi, Ny.Wilson 50 juta, dan Presiden Wilson 100 juta. Angka sebenarnya adalah 11 juta jiwa1. Banjir migrasi secara langsung menguntungkan perkembangan Zionisme, yang secara kebetulan didukung oleh Inggeris dan Amerika-Serikat.


Kaum Yahudi Menguasai Bisnis dan Industri


Untuk menyusun daftar bisnis yang dikuasai oleh orang Yahudi di Amerika Serikat akan menyentuh sebagian besar dari industri vital di negeri itu. Bisnis bidang teater mutlak telah menjadi bisnis orang Yahudi, produksi teater, penulisan naskah ceritera, operasi teater semuanya ada di dalam genggaman orang Yahudi. Berdasarkan fakta hampir semua produk teater dewasa ini dapat dideteksi sebagai propaganda bagi kaum Yahudi dan Israel, kadangkala berupa iklan yang gemerlapan, kadangkala pula berupa pesan politik tanpa tedeng aling-aling.

Industri perfilman, industri gula, industri rokok dan produk tembakau - lima-puluh persen dan mungkin lebih, pada industri pengepakan daging olahan - lebih dari enampuluh persen, pada industri alas-kaki bagian terbesar dari bisnis musik, permata dan perhiasan, gandum dan produk pertanian lainnya, kapas, minyak dan gas bumi, industri besi-baja, media-massa cetak, kantor berita, bisnis minuman keras, sekedar menyebut "beberapa" industri yang sayapnya menyapu usaha bisnis di dalam maupun di luar-pantai Amerika, semuanya ada di bawah kekuasaan modal Yahudi, baik secara berdiri-sendiri maupun berpatungan dengan usaha bisnis orang Yahudi di luar Amerika Serikat

Rakyat Amerika akan ternganga bila mereka mengetahui barisan “pebisnis Amerika" yang memegang prestise komersial dengan label Amerika di luar-negeri, Mereka umumnya orang Yahudi. Kiranya hal ini memberikan sedikit pemahaman tentang "peri1aku pebisnis Amerika" di sebagian besar dunia. Tatkala yang menjalankan bisnis atas-nama "Amerika", tetapi tidak menjalankannya sesuai dengan hukum setempat yang berlaku, tidaklah mengherankan bila ada orang-orang Amerika yang tidak mengakuinya seperti yang muncul apa adanya dalam pemberitaan pers. Jika karena hal itu reputasi bisnis Amerika tercemar, hal itu bisa saja terjadi, karena sesuatu yang tidak sesuai dengan etika dan metoda bisnis Amerika telah dipergunakan dengan menggunakan label Amerika.

Perihal suksesnya kemakmuran orang Yahudi di Amerika Serikat sudah menjadi sesuatu yang lumrah, tetapi kemakmuran yang merupakan hasil dari kemampuan melihat jauh ke depan dan bagaimana mengeterapkannya, hal itu tidak boleh dikacaukan dengan penguasaan. Adalah tidak mungkin bagi orang non-Yahudi dalam situasi yang sarna mencapai penguasaan bisnis itu yang telah lama dimenangkan oleh orang Yahudi. Di samping itu ada kekurangan pada orang non-Yahudi, yaitu tidak memiliki kualitas tertentu dalam kerja-sama, persekongkolan, dan keeratan hubungan berdasarkan ras, yang menjadi ciri khas dari kaum Yahudi. Bagi seorang non-Yahudi, orang lain yang non-Yahudi baginya tidak bermakna apa-apa; bagi seorang Yahudi, tetangganya yang juga Yahudi mempunyai arti yang luar biasa.

Rencana pemodal Yahudi internasional untuk memindahkan pasar-uang mereka ke Amerika Serikat merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh rakyat Amerika. Orang Amerika telah belajar dari sejarah apa yang bakal terjadi bilamana hal itu terlaksana. Hal itu telah menjadi pelajaran di Spanyol, Venesia, Jerman, atau Inggris yang dipersalahkan atau menjadi bulan-bulanan kecurigaan dunia akibat ulah dari pemodal Yahudi. Berdasarkan pertimbangan tadi sebagian besar dari sikap permusuhan terhadap Amerika Serikat dan Barat pada umumnya yang ada dewasa ini muncul karena ketidak-senangan orang terhadap apa yang dilakukan oleh kekuasaan keuangan kaum Yahudi di bawah kamuflase atas-nama "kepentingan nasional”.

"Orang Inggris yang melakukan hal ini". "Orang Jerman yang' melakukan hal ini", padahal sebenarnya masyarakat Yahudi internasional yang menjadi biang-kerok-nya. Negara-negara tidak lain dalam kenyataannya hanyalah bidak pada papan catur orang Yahudi, Hampir semua negara Barat sekarang ini memandang dunia melalui mata- Yahudi. Di seluruh dunia orang jarang menemukan juru-bicara untuk kepentingan Amerika yang bukan orang Yahudi. Amerika kini bahkan dipandang identik dengan Yahudi dan Israel.


Konspirasi Yahudi di Amerika

Bertahun-tahun di Amerika Serikat, para bankir Yahudi menghadapi kecaman dari berbagai kalangan yang menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Mereka yang mencurigai peran para bankir Yahudi itu berada pada posisi-posisi yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dan mengetahui dengan baik apa yang tengah berlangsung di belakang layar politik dan keuangan tingkat tinggi. Presiden Thomas Jefferson dalam salah satu debat di Senat Amerika Serikat pada tahun 1809 menyatakan,

“Saya percaya institusi perbankan itu lebih membahayakan kebebasan kita daripada bala-tentara kolonial. Kalau saja rakyat Amerika Serikat mengizinkan bank-bank swasta (milik Yahudi) menguasai perputaran mata-uang, pertama melalui politik inflasi, kemudian melalui deflasi, maka bank-bank dan korporasi yang tumbuh di sekitar banl-bank tersebut, yang mampu merebut kekayaan rakyat sedemikian rupa, sehingga ketika anak-anak mereka bangun di suatu pagi hari, mereka tidak lagi memiliki harta kekayaan dan rumah-tinggak di negeri yang dibangun oleh para Bapak-bapak pendiri negeri negeri ini. Kekuasaan bank-bank (Yahudi) yang mulai tumbuh itu harus direbut dan dikembalikan kepada rakyat, yaitu pemilik syah dari kekayaan negeri ini".

Barulah presiden Amerika Serikat Andrew Jackson yang akhirnya berhasil melunasi "hutang nasional' pinjaman perang setelah 57 tahun kemudian sampai kepada angka nol pada tahun 1832, dan mengutuk para bankir Yahudi yang disebutnya tidak lebih daripada “segerombolan serigala" yang harus dikikis habis dari rajutan ekonomi dan kehidupan masyarakat Amerika. Jackson mengatakan, kalau saja rakyat Amerika memaharni bagaimana para serigala ini beroperasi di pentas keuangan Amerika "niscaya akan ada revolusi rakyat sebelum fajar menyingsing".

Anggota Konggres Louis T. McFadden yang duduk sebagai ketua Komisi Perbankan dan Keuangan Senat Amerika Serikat selama lebih dari sepuluh tahun menyatakan para bankir Yahudi merupakan "gerombolan penyamun yang mau memotong leher orang hanya sekedar untuk memperoleh satu dolar dari kantong korbannya..... Mereka mengendap-endap mengintai rakyat Amerika".

John F.Hylan, walikota New York, berucap pada tahun 1911 bahwa, "ancaman sesungguhnya terhadap republik kita adalah pemerintahan siluman, yang laksana seekor gurita raksasa membelitkan belalainya yang ficin terhadap kota-kota, negara-negara bagian, dan bangsa kita. Pada bagian kepalanya bercokol keluarga-keluarga para bankir yang biasanya disebut dengan nama keren 'bankir internasional”.

Bagaimana masyarakat Yahudi yang semula begitu dicurigai bahkan dibenci di Amerika Serikat, dewasa ini justeru mempunyai pengaruh yang sedemikian besamya nyaris dalam semua perumusan kebijakan nasional Amerika ? Bagaimana sesungguhnya hal itu dapat terjadi ?

Meskipun dikecam dan tidak disukai, pengaruh kaum Yahudi dalam kehidupan masyarakat di Amerika Serikat tidaklah kecil. Ketika terjadi perang dengan Inggris pada tahun 1812 seorang karikaturis Amerika, Thomas Nast, untuk pertama kali menampilkan gambar karikatur tokoh Paman Sam, seseorang dengan profil, pakaian, dan tutup-kepala khas Yahudi, yang diangkatnya dari tokoh Samuel Wilson (1766-1854), yang pada waktu itu menjabat sebagai inspektur perbekalan perang. Paman Sam bukan hanya diambil dari nama Samuel Wilson tetapi juga terkait dengan nama nabi kaum Yahudi di dalam Kitab Perjanjian Lama, seperti pada Kitab Samuel I dan Samuel II, juga dapat ditemukan pada Kitab Raja-Raja I dan II, dimana terdapat nama Samuel, Saul, David, dan Solomon. Bahkan lambang mata uang dolar - $ - oleh para pedagang uang Yahudi pada waktu itu diambil dari huruf-awal S yang ada pada nama Haykal Solomon (Solomon Temple), yang berlaku hingga hari ini.

"Masalah Yahudi" ada dimana pun orang Yahudi muncul, begitu ucap Theodore Herzl, karena menurutnya masalah itu memang ikut bersama mereka. Masalah itu muncul bukan karena jumlah orang Yahudi, karena di dalam setiap negeri selalu ada penduduk keturunan asing yang jumlahnya kadangkala justeru lebih besar daripada orang Yahudi. Masalah itu bukan karena kemampuan mereka sering diperbincangkan. Menurut Theodore Herzl, penyebab masalah itu perlu dipahami. Berikan kepada orang Yahudi kedudukan yang sama, dan paksa ia untuk taat kepada kaidah-kaidah yang berlaku, ia tidak akan menjadi lebih cerdik daripada orang lain; sebenarnya salah satu kualitas yang melekat pada orang Yahudi adalah semnangat kerjanya

“Masalah Yahudi" di Amerika misalnya tidak terletak pada jumlah orang Yahudi di negeri itu, bukan juga pada rasa iri terhadap kemajuan orang Yahudi. Masalah itu muncul berkenaan dengan pengaruh yang begitu besar dari orang Yahudi terhadap negara tersebut; di Amerika Serikat masalahnya adalah 'pengaruh Yahudi terhadap kehidupan Amerika'

Masyarakat Yahudi memiliki dan memanfaatkan pengaruhnya, mereka sendiri menyatakan demikian. Menurut klaim orang Yahudi, sebenarnya fundamental Amerika Serikat adalah agama dan budaya Yahudi, dan bukannya Kristen, dan sejarah negara tersebut seharusnya ditulis ulang dalam rangka memberikan pengakuan terhadap jasa-jasa kaum Yahudi. Kalau masalahnya hanya pada pengaruh, memang itu tidak dapat disangkal; tetapi mereka mengklaim seluruhnya - meski kenyataannya tidak seperti itu. Orang Yahudi bersikeras bahwa merekalah yang "memberikan Injil", "memberikan pemahaman tentang Tuhan", dan bahkan "memberikan agama" kepada orang Kristen, yang dinyatakan mereka berulang-ulang dalam publikasi polemik mereka - meski tidak satu pun dari klaim itu benar.

Sebenarnya masalahnya tidak terletak pada orang Yahudi, tetapi pada idea Yahudi, sementara masyarakatnya hanya berperan sebagai wahana dari idea tersebut. Dalam penyelidikan tentang 'masalah Yahudi" di Barat pada umumnya dan di Amerika Serikat pada khususnya perbedaan antara "pengaruh" dan "idea" telah ditemukan dan telah dapat didefinisikan.

Orang Yahudi itu berbakat sebagai juru-propaganda sejak lahimya. Karena hal inilah yang menjadi missi utama mereka. Sayangnya mereka hanya mempropagandakan ajaran dari agama mereka saja.Oleh karena itu maka dalam missi ini mereka gagal. Tak seorang pun di luar masyarakat Yahudi yang menjadikan ajaran agama Yahudi sebagai teladan. Kegagalan dalam hal ini, menurut kitab suci mereka, membuat mereka gagal di mana pun. Mengapa ? Karena mereka kini menjalankan missi tanpa ridha Tuhan. Bahkan para pernimpin mereka hanya sedikit yang berani mengklaim mereka membawa missi spiritual. Tetapi missi tentang idea itu tetap masih melekat di benak mereka dalam bentuk yang telah mengalami degenerasi; idea itu kini terefleksikan pada penyembahan kepada idea materialisme; telah berubah menjadi upaya pemupukan kekayaan tanpa etika, dan bukannya membangunnya menjadi penyalur untuk amal kebajikan.


Rothschilds dan Amerika

Adalah sangat na'ive untuk menyangka suatu keluarga yang begitu ambisius, begitu cerdik, dan bemafsu monopolistik seperti keluarga Rothschilds, akan mampu menahan diri dari godaan untuk tidak melibatkan diri mereka secara mendalam di front Amerika. Menyusul penaklukan mereka atas pasar uang di Eropa pada awal dasawarsa 1800-an, keluarga Rothschilds mengalihkan ke permata yang paling berharga di mata mereka - Amerika.

Amerika Serikat merupakan negara yang unik dalam sejarah. Konstitusi mereka secara khusus dirancang untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan menjaga agar warga-negaranya bebas dan sejahtera. Warga-negaranya terdiri dari kaum imigran yang mengidamkan agar dapat "menghirup udara kebebasan", dan tidak mengharapkan sesuatu kecuali diberikan kesempatan untuk hidup dan bekerja dalam lingkungan yang sedemikian merangsang. Pertumbuhan ekonomi Amerika yang begitu berhasil membuat Amerika Serikat menjadi pesona seluruh jagad. Berjuta orang dari berbagai benua berimigrasi ke Amerika Serikat, tidak terkecuali orang-orang Yahudi yang memandang Amerika sebagai "Tanah yang Dijanjikan".


Para bankir Yahudi kelas kakap di Eropa - khususnya dinasti Rothschilds dan kawan-kawannya - memandang pertumbuhan Amerika Serikat dari sudut pandang yang berbeda; mereka melihat hal itu sebagai ancaman utama bagi rencana mereka di masa depan. Harian terkemuka The Times of London yang dikuasai oleh modal Yahudi menyatakan,

"Jika kebijakan keuangan yang keliru yang berasal dari Republik Amerika Utara itu (yang dimaksud ialah adanya larangan Konstitusi Amerika untuk membuka usaha pinjam-meminjamkan uang oleh swasta, karena fungsi itu merupakan fungsi inhaeren pemerintah) akan dilestarikan menjadi suatu kebijakan, maka pemerintah yang bersangkutan akan mampu menyediakan dana dari diri mereka sendiri tanpa ongkos. Dengan itu pemerintah akan mampu membayar hutang-hutangnya dan menjadi bebas hutang (kepada bank-bank Yahudi). Negara itu akan menjadi makmur, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah pemerintahan yang beradab di seluruh dunia. Akibatnya segenap dana dan daya seluruh dunia akan pergi ke Amerika Utara. Pemerintahan seperti itu harus dihancurkan, karena ia akan dapat meruntuhkan semua kerajaan yang ada di seluruh permukaan bumi ini. "

Keluarga Rothschilds lalu mengirimkan rayap-rayap keuangannya untuk menghancurkan Amerika Serikat, karena negeri itu akan mencapai "kesejahteraan yang belum pernah ada taranya". Bukti pertama tentang keterlibatan keluarga Rothschilds di bidang keuangan Amerika Serikat muncul pada akhir 1820-an dan awal 1830-an, tatkala melalui agen mereka Nicholas Biddie, berjuang untuk mengalahkan langkah-Iangkah Presiden Andrew Jackson untuk memotong para bankir Yahudi. Keluarga Rothschilds kalah pada ronde pertama, yaitu ketika pada tahun 1832 Presiden Jackson memveto usaha untuk mengubah charter Bank of the United States (bank yang dikuasai oleh bankir-bankir Yahudi) untuk dijadikan bank sentral Amerika Serikat. Akibatnya pada tahun 1836 bank itu dinyatakan bankrut.


Konspirasi Yahudi untuk Menghancurkan Amerika Serikat


Pada tahun-tahun sesudah Kemerdekaan Amerika suatu hubungan bisnis berkembang antara kaum aristokrat penanam kapas di Selatan dengan industri katun di Inggris. Para bankir Yahudi di Eropa memandang hubungan bisnis ini merupakan titik-mati "tumit Achilles" Amerika Serikat, titik lemah yang dapat melumpuhkan Amerika Serikat yang masih muda itu.

Buku 'The Illustrated University History', 1878, h.504, menyebutkan bahwa negara-negara bagian di Selatan kala itu penuh dengan agen-agen Inggeris. Mereka ini berkomplot dengan politisi setempat untuk merongrong kepentingan Amerika Serikat. Mereka dengan hati-hati menebar propaganda yang berakhir menjadi pemberontakan terbuka dan menyebabkan pemisahan negara-bagian Karolina Selatan pada tanggal 29 Desember 1860. Dalam tempo hanya beberapa minggu enam negara bagian lainnya menyusul memisahkan diri membentul Konfederasi Amerika dengan Jefferson Davis sebagai Presidennya.

Pasukan negara-negara bagian yang memberontak itu menghadang pasukan Federal, merebut benteng-benteng, tempat-tempat pembuatan mata-uang (logam), dan apa saja yang mereka pandang sebagai milik pemerintah Federal. Bahkan beberapa anggota kabinet Presiden James Buchanan (1791-1868), presiden Amerika Serikat ke-15 (1857-1861 ), berkomplot untuk menghancurkan kepercayaan publik dan beberusaha meruntuhkan negara ke dalam kebangkrutan. Meskipun presiden Buchanan memandang masalah perbudakan merupakan hak dasar dari negara-bagian, namun ia tetap menyatakan mengutuk pemisahan-diri itu. Ia mengizinkan pengambilan keputusan apakah perbudakan diteruskan atau dihapuskan kepada penduduk masing-masing negara bagian. Pendek kata presiden James Buchanan tidak mengambil langkah apa pun untuk mengatasi pemisahan-diri negara-negara bagian itu, bahkan ketika sebuah kapal perang Amerika Serikat ditembaki oleh baterai-baterai artileri pertahanan Karolina Selatan, Sikap dan kebijakannya itu menyebabkan pecahnya partai Demokrat dan presiden Abraham Lincoln dari partai Republik memenangkan pemilihan presiden ke-16 pada tahun 1860 dan disumpah pada tanggal 1 Maret 1961.

Segera setelah dilantik presiden Abraham Lincoln memerintahkan dilakukan blokade terhadap pelabuhan-pelabuhan di Selatan untuk memotong bekal yang mengalir dari Eropa. Tanggal "resrni" awal Perangg Saudara ditetapkan pada 12 April 1861, ketika benteng Sumter di Karolina Selatan dibombardir oleh pasukan Konfederasi, meski sebenarnya Perang Saudara itu telah dimulai jauh sebelumnya.

Pada bulan Desember 1861 sejumlah besar pasukan Eropa (Inggeris, Pcrancis dan Spanyol) diberangkatkan menuju Meksiko sebagai pelecehan terhadap Doktrin Monroe, Langkah ini dilakukan bersamaan dengan bantuan besar-besaran dari negara-negara Eropa kepada Konfederasi, yang dengan kuat menunjukkan bahwa kerajaan Iggris menantang untuk berperang. Masa depan pihak Utara dan pemerintah Federal pada waktu itu memang suram !

Pada saat-saat krisis inilah presiden Abraham Lincoln menghimbau musuh bebuyutan Inggeris - yaitu Rusia - untuk terjun memberikan pertolongan. Ketika sampul surat presiden Lincoln berisi permohonan mendesak disampaikan kepada Tsar Nicolas II, tanpa membukanya ia menyatakan, "Sebelum kita membuka sampul surat ini dan mengetahui apa isinya, kita akan memenuhi permintaan apa pun yang disampaikan di dalamnya".

Tanpa pengumuman perang, sebuah armada Rusia di bawah pimpinan Laksamana Liviski menyandar di pelabuhan New York pada tahun 24 September 1863. Di pantai barat Amerika, Armada Pasifik Rusia di bawah pimpinan Laksamana Popov tiba di San Fransisco pada tanggal 12 Oktober 1863. Dengan langkah Rusia ini, Gideon Wells, mencatat, "Mereka (Rusia) tiba tatkala pihak Konfederasi tengah menikmati pasang-naik, sementara Utara menghadapi pasang-turun. Kehadiran Rusia menyebabkan Inggris dan Perancis beradu dalaml keraguan cukup lama untuk campur tangan".2

Sejarah membuktikan ternyata keluarga Rothschilds telah membiayai kedua belah pihak selama Perang Saudara. Presiden Abraham Lincoln agak meredam kegiatan mereka, ketika pada tahun 1862 dan 1863 ia menolak membayar bunga-pinjaman yang dipandangnya sebagai pemerasan oleh keluarga Rothschilds, dan membayamya dengan surat-surat berharga pemerintah Amerika yang-bebas-bunga berdasarkan wewenang konstitusi. Untuk hal seperti ini, dan tindakan lainnya oleh Lincoln yang merugikan para bankir Yahudi, ia ditembak mati secara berdarah-dingin oleh John Wilkes Booth, seorang pemain teater, pada tanggal 14 April 1865, hanya lima hari setelah Jenderal Lee menyerah kepada Grant di kantor pengadilan negeri Appomatox, Virginia.

Cucu Booth, Izola Forrester menerangkan di dalam bukunya "This One Mad Act, bahwa pembunuh presiden Lincoln itu telah lama berhubungan dengan beberapa orang Eropa yang misterius sebelumnya, dan ia telah melakukan perjalanan paling tidak satu kali ke Eropa. Menyusul pembunuhan itu Booth dibantu dan disembunyikan oleh anggota organisasi rahasia Yahudi "Knights of the Golden Circle". Konon menurut penuturan cucu John Wilkes Booth, penulis Izola Forrester, kakeknya hidup dengan tenang sampai hari tuanya sesudah ia menghilang.


Perjuangan para Bankir Yahudi

Tanpa putus-asa sebagai akibat kegagalan awal untuk menghancurkan Amerika Serikat, para bankir Yahudi terus berusaha mencapai tujuan mereka dengan semangat yang tak kunjung padam. Antara akhir Perang Saudara tahun 1865 sampai 1914, agen-agen utama mereka di Amerika Serikat adalah Kuhn, Loeb and Company, dan J.P.Morgan Company. Sebuah sejarah singkat tentang Kuhn, Loeb, and Company, muncul dalam majalah Newsweek edisi 1 Februari 1936 :

"Abraham dan Solomon Loeb adalah pedagang serba-serbi di Lafayette, Indiana, pada 1850. Seperti biasanya di daerah-daerah yang baru dibuka, hampir semua transaksi didasarkan pada sistem kredit. Mereka tidak perlu lama untuk menyadari bahwasanya mereka sebenarnya telah berperan sebagai bankir. Pada tahun 1867 mereka mendirikan badan usaha 'Kuhn, Loeb and Company', sebuah bank berkedudukan di kota New York. Pada tahun itu juga 'Kuhn, Loeb and Company' menerima seorang imigran muda Jerman, Jacob Shiff sebagai mitra, Schiff mempunyai koneksi dengan seorang tokoh keuangan yang penting di Eropa. Sepuluh tahun sesudah itu, setelah Kuhn pensiun, Jacob Schiff diangkat menjadi kepala kantor 'Kuhn, Loeb and Company' di New York. Di bawah pimpinan Jacob Schiff, perusahaan 'itu mulai menanamkan investasimya ke sektor industri di Amerika " .

"Koneksi tokoh keuangan penting di Eropa" yang disebut-sebut tentang Jacob Schiff adalah Rothschilds melalui perwakilan mereka M.M. Warburg Company di Hamburg dan Amsterdam. Dalam tempo dua-puluh tahun, melalui koneksi dengan Warburg-Schiff, keluarga Rothschilds menyediakan modal yang dibutuhkan, yang memungkinkan John D.Rockefeller mampu memperluas kcrainolll minyaknya, Standard Oil. Jaringan koneksi Yahudi ini juga mendanai kegiatan Edward Harriman (perkereta-apian) dan Andrew Carnegie (industri baja).

Pada penghujung awal abad ke-20 keluarga Rothschilds yang tidak puas dengan kemajuan yang dicapai oleh operasi-operasinya di Amerika Serikat, memutuskan untuk mengirimkan pakar puncaknya, Paul Moritz Warburg, ke New York, untuk mengambil alih komando serangan terhadap Amerika Serikat. Pada suatu sidang dengar pendapat di US House of Representative tentang Perbankan dan Keuangan pada tahun 1907, Paul Warburg mengungkapkan bahwa ia adalah "anggota usaha bank 'Kuhn, Loeb and Company'. Saya tiba di negeri ini pada tahun 1902, lahir dan mendapatkan pendidikan dalam bisnis perbankan di Hamburg, Jerman, dan melanjutkan studi tentang perbankan di London dan Paris, dan telah bepergian keliling dunia ..." Pada akhir dasawarsa l800-an sangat jarang orang melakukan "studi di London" dan "berkeliling dunia", terkecuali kalau ia mendapat suatu missi khusus!

Pada awal1907, Jacob Schiff, bos dari Paul Warburg di 'Kuhn, Loeb, and Company', New York, dalam salah satu pidatonya di The New York Chamber of Commerce memperingatkan masyarakat keuangan dan bisnis Amerika Serikat, bahwa "Sekiranya kita tidak mempunyai suatu bank sentral tanpa wewenang kontrol yang memadai terhadap sumber-sumber kredit, tak syak lagi negara ini akan mengalami kepanikan keuangan yang paling dahsyat dan berdampak panjang dalam sejarahnya".

Tidak lama setelah peringatan itu Amerika Serikat terpuruk ke suatu krisis keuangan yang bercirikan "tangan" Rothschilds yang direncanakan dengan teliti. Panik yang menyusul menyebabkan kekayaan berpuluh ribu rakyat yang tidak tahu-menahu di seluruh negeri - dan bermilyar-milyar lagi di kalangan elit perbankan, punah. Tujuan dari "krisis" ini ada dua : (1) menghabisi pemain "insider", dan, (2) meyakinkan rakyat Amerika akan "sangat diperlukannya" suatu bank sentral.

Paul Warburg mengatakan kepada Komisi Perbankan dan Keuangan US House of Representative, bahwa "Pada waktu panik tahun 1907, saran pertama yang saya ajukan adalah kita memerlukan sebuah 'clearing house' (Bank Sentral). Rencana Aldrich (untuk Bank Sentral tersebut) memuat banyak ketentuan yang bersifat mendasar tentang perbankan. Tujuan Komisi yang terhormat haruslah sama. ".

Tanpa kenal letih para bankir Yahudi akhirnya berhasil mencapai coup mereka yang terbesar hingga saat ini, ketika presiden Amerika Serikat ke-28, Woodrow Wilson (1856-1924), pada tahun 1913 menanda-tangani pembentukan The US Federal Reserve System, yang lebih dikenal dengan sebutan the Fed. Dengan penanda-tanganan itu presiden Woodrow Wilson memindahkan wewenang departemen keuangan pemerintah federal kepada sebuah perusahaan swasta, the Federal Reserve dan cabang-cabangnya yang ada di berbagai negara bagian, yang memiliki kekuasaan melakukan kontrol terhadap keuangan Amerika Serikat secara ketat oleh kaum monopolis Yahudi yang gila duit. Paul Warburg menjadi ketua "the Fed"-nya yang pertama.

Anggota Konggres Charles Lindbergh tetap berkeyakinan ketika ia ,menyatakan beberapa waktu sesudah undang-undang tentang the Federal Reserve diloloskan oleh Konggres pada tangga1 23 Desember 1913, "Undang-undang ini membuktikan sebuah kebenaran di muka bumi ini. Ketika President (Wilson) menanda-tangani undang-undang ini, pemerintahan siluman atas kekuasaan keuangan dilegalisasikan .. Kejahatan terbesar pada zaman ini mulai dijalankan melalui undang-undang perbankan dan keuangan ini”.

Sesudah itu peran "the Fed" begitu menentukan, dan menjadi penentu dari semua perundangan hukum di Amerika Serikat. Penanda-tanganan itu membuktikan kebenarana ucapan Mayer Amschel Rothschilds (1743-1812), pendiri dinasti Rothschilds,yang mengatakan, "Berikan kepada saya kesempatan mencetak dan mengendalikan keuangan suatu bangsa, dan dengan itu saya tidak peduli siapa yang membuat hukum di negeri itu". "The Fed pada dasarnya kini adalah negara di dalam negara Amerika Serikal itu sendiri.3


The US Federal Reserve, Negara dalam Negara

The US Federal Reserve adalah suatu badan usaha milik swasta yang berperan sebagai pengatur utama, dan yang menguasai institusi perbankan Amerika Serikat. Kedudukan tunggalnya yang terpenting ialah menetapkan kebijakan moneter; banyak para ekonom yang mempercayai the Fed mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap jalannya daur bisnis di Amerika Serikat. Eustace Mullins (1983) dan Gary Kah (1991) masing-masing telah menulis sebuah buku yang isinya memuat hasil penelitian mereka yang bermuara kepada pembuktian, ternyata sekelompok elite bankir swasta (Yahudi), dan bukannya pemerintah Amerika Serikat-lah, yang memiliki dan mengendalikan the Fed. Lebih lanjut kedua penulis tersebut menemukan, penguasa bayangan tersebut telah menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi pasar uang dan mengendalikan ekonomi Amerika Serikat, dan melalui kekuasaan itu mengendalikan politik Amerika Serikat.


Fokus kedua buku itu memusat kepada The Federal Reserve Bank of New York. Apa yang sering disebut orang dengan nama the Fed sebenarnya terdiri dari dua peringkat: pertama, ada 12 buah Federa Reserve Bamk tingkat wilayah seperti The Fed of New York, dan Dewan Gubernur yang mengendalikannya (Alan Greenspan adalah ketua Dewan itu sekarang ini). Gary Kah menuduh orang-orang Yahudi secara langsung memiliki the New York Fed, lembaga bank terbesar dan paling penting di antara selusin bank-bank the Fed yang ada di negara-bagian lainnya. Melalui bank the New York Fed ini para kolaborator yahudi mengendalikan keseluruhan Sistem Federal Reserve dan menuai keuntungan raksasanya. Eustace Mullins sepakat mengenai betapa pentingnya the New York Fed, tetapi menurutnya lembaga itu hanya diniliki secara tidak langsung oleh orang-orang Yahudi.- melalui sebuah perhimpunan perbankan Eropa yang disebutnya dengan nama "London Connection" yang mengendalikan the Fed dari seberang lautan.

Ada 12 buah Federal Reserve Bank. Panah di samping menunjuk pada huruf “G” yang merupakan kode bahwa dollar tersebut dikeluarkan oleh Federal Reserve Bank of Chicago, illonois

Apakah tuduhan itu benar ? Bagian ini akan memfokuskan apakah benar orang Yahudi memiliki the Federal Reserve Bank of New York, baik langsung maupun tidak-langsung? Apakah mereka mengendalikan seluruh saham Sistem Federal Reserve, dan apakah orang-orang Yahudi itu menerima keuntungan tahunan yang besar ?

The US Federal Reserve Bank yang dua-belas wilayah itu diorganisasikan sebagai sebuah 'holding company', seperti halnya perusahaan-perusahaan lainnya. Menurut Gary Kah, orang-orang Yahudi itu memiliki kepentingan atas pengendalian saham the New York Fed. Menurut keterangan yang diperolehnya dari kontak-kontak dengan para pialang uang Swiss dan Saudi Arabia ada delapan pemegang saham terbesar terhadap the US Federal Reserve yaitu:
1. Rothschilds Bank of London
2. Rothschilds Bank of Berlin
3. Israel Moses Seif Bank of Italy
4. Warburg Bank of Hamburg
5. Warburg Bank of Amsterdam
6. Lazard Brothers of Paris
7. Lehman Brothers of New York
8. Kuhn and Loeb Bank of New York
9. Chase Manhattan Bank of New York dan
10. Goldman-Sachs of New York 4

Gary Kah juga menjelaskan kelompok bankir Yahudi ini adalah "Pemegang Saham Kelas A" dari bank tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan karena Federal Reserve Stock tidak mengurutnya seperti ini. Klasifikasinya bisa termasuk ke dalam "member stock" atau "public stock", dan tak pernah terdengar adanya "Class A stock". Memang para direktur the US Federal Reserve Bank dipilah-pilah menurut kelas A, B, C, tergantung bagaimana mereka diangkat. Barangkali hal inilah yang menjadi sumber kebingungan bagi Gary Kah.

Eustace Mullins menyusun daftar yang sarna sekali berbeda. Ia melaporkan bahwa delapan pemegang saham terbesar pada the New York Fed adalah :
1. Citibank
2. Chase Manhattan Bank
3. Moran Guarantee Trust
4. Chemical Bank
5. Manufacturers Hanover Trust
6. Bankers Trust Company
7. National Bank of North America
8. Bank of New York

Menllrut Mullins, bank-bank ini pada tahun 1983 memiliki saham mencapai 63% dari stok The New York Fed. Bank-bank Amerika tersebut pada gilirannya sebenarnya dimiliki oleh lembaga-lembaga keuangan Yahudi di Eropa. Ketika bank-bank komersial di New York Fed memilih dewan direktur, London Connection mampu menggunakan kaki-tangan mereka di Amerika untuk menentukan pengangkatan para direkturnya dan akhirnya mengendalikan seluruh sistem Federal Reserve. Ia menjelaskan :

". .. Mereka yang paling berkuasa di pemerintahan Amerika Serikat sendiri masih harus bertanggung-jawab kepada suatu kekuasaan yang lain, suatu kekuasaan asing, dan suatu kekuasaan yang telah dengan gigih memperluas kekuasaannya terhadap republik muda sejak awal berdirinya. Kekuasaan itu adalah kekuasaan keuangan dari Inggeris, berpusat di Keluarga Rothschilds Cabang London. Kenyataan bahwa pada tahun 1910, Amerika Serikat dikuasai dari Inggris seperti halnya sekarang ini."5

Mullins mencatat lebih jauh, bahwa pada hari tatkala the Federal Reserve Act diundangkan pada tahun 1913, "Konstitusi berakhir sebagai perjanjian yang mengatur kehidupan rakyat Amerika, dan kebebasan kita telah dipindahkan kepada sekelompok kecil bankir internasional (Yahudi)" 6.

Pada tanggal 30 Juni 1997 the New York Fed melaporkan delapan buah bank terbesar pemiliknya, yaitu :
1. Chase Manhattan Bank
2. Citibank
3. Morgan Guarantee Trust Company
4. Fleet Bank
5. Bankers Trust
6. Bank of New York
7. Marine Midland Bank, dan
8. Summit Bank

Meski semua pemegang saham utama tampak sebagai bank milik nasional atau bank-bank yang terdaftar di negara bagian, tetapi Mullins menemukan bahwa kepemilikan dan kontrol terhadap bank-bunl tersebut tetap ada di tangan pemilik modal Yahudi yang menjalankannya secara tidak langsung melalui kepemilikan saham mereka pada bank-bank domestik tersebut. Karena bank-bank di pusat keuangan New York adalah pemilik saham terbesar pada the New York Fed, orang-orang Yahudi tersebut tetap mempunyai wewenang untuk mengangkat presiden dan anggota dewan komisaris menurut selera mereka. Melalui wewenang ini, dan London Connection, mereka memiliki kontrol atas operasi-operasi the Fed dan kebijakan moneter Amerika Serikat.


Kaum Zionis Mendorong Amerika Serikat Memasuki Perang Dunia ke-1

Seorang tokoh Yahudi di Amerika Serikat, yang berhasil mencapai puncak karier menjadi hakim agung, ialah Louis Brandeis di mahkamah Agung Amerika Serikat. Mulanya ia seolah-olah bersikap netral atas masalah Zionisme ketika presiden Woodrow Wilson mengangkatnya. Tetapi sikap itu berubah sarna sekali, dan ia menjadi pendukung Zionisme yang sangat keras atas sikap presiden Wilson, jika Amerika Serikat bimbang untuk memutuskan apakah terjun atau tidak ke dalam Perang Dunia I. Hakim agung Louis Brandeis adalah tokoh Zionis pertama yang berhasil memasuki lingkaran pusat pengambil keputusan politik di pusat kekuasaan Amerika Serikat.

Kekalahan Jerman dalam PD I itu memungkinkan Inggris mempertahankan jurisdiksinya atas Palestina, dan dengan itu Inggris akan mengizinkan kepada kaum Zionis untuk membangun koloninya di Palestina. Meski PD I diawali pada tahun 1914, tetapi pada tahun 1917 perang itu tengah menghadapi kebuntuan, yaitu ketika Amerika Serikat terjun ke dalam kancah perang tersebut. Perang itu berakhir pada tahun 1918 dengan kemenangan di pihak Inggris dan kekalahan menimpa Jerman.

Perang itu sendiri merupakan sesuatu yang sangat kontroversial. Di perlukan waktu tiga tahun lamanya bagi kaum yang memiliki kepentingan, seperti kaum Zionis, untuk meyakinkan agar Amerika Serikat terjun ke dalam perang tersebut. Pihak kepentingan lainnya yang menghendaki Amerika Serikat terjun ke dalam kancah peperangan adalah para bankir dan pedagang (yang umumnya juga Yahudi), yang ketakutan akan kehilangan keuntungan dan kekayaan mereka di Eropa bila sampai Inggris dan Perancis mengalami kekalahan. Kekalahan Jerman diperlukan untuk melindungi para "Saudagar Kematian", begitulah julukan yang diberikan kepada mereka ketika Amerika Serikat terjun ke dalam kancah PD I. Kekalahan Jerman sangat mendesak untuk menjamin kepentingan kaum Zionis di Palestina.

Ketika Jerman dikalahkan, orang Yahudi di Jerman dipandang sebagai pengkhianat, karena hubungan mereka yang unik dengan kelompok internasional yang berkepentingan dengan kekalahan Jerman. Hal ini makin meningkatkan sentimen anti-Semitisme yang memang sudah hidup di Jerman berabad-abad. Maka orang Yahudi di Jerman berada dalam kesulitan. Mereka memerlukan negara-negara untuk tempat pelarian. Dua negara yang dianggap paling cocok adalah Amerika Serikat dan Palestina. Masalah yang dihadapi pada waktu itu Amerika Serikat sedang mengeluarkan sebuah undang-undang yang membatasl imigrasi, sementara Palestina tidak cukup memiliki infra-struktur untuk menerima imigrasi Yahudi dalam jumlah besar-besaran Jawabannya menurut pendapat kaum Yahudi, Amerika Serikat harus bisa menerima semua imigran Yahudi yang ingin datang ke negara tersebut. Mereka melobi pemerintah Amerika Serikat sampai dengan terjadinya PD II, tetapi pemerintah Amerika Serikat tetap bersikukuh dengan undang-undang imigrasinya, dan kaum Yahudi kemudian menyalahkan pemerintah Amerika Serikat atas penderitaan yang dipikul oleh orang Yahudi selama perang tersebut. Mereka menyalahkan pemerintah Amerika Serikat, meskipun mereka memahami korban itu akan tetap terjadi, meski Amerika Serikat ikut terjun ke PD II.

Sesudah perang orang Yahudi makin meningkatkan usaha mereka membuka pintu perbatasan Amerika Serikat, sampai pemerintah Amerika Serikat tidak lagi bisa menolak masuknya gelombang inigrasi Yahudi ke Amerika. Pada tahun 1965 pembatasan irnigrasi yang "rasialistik" itu di cabut oleh pemerintahan Lyndon B. Johnson.

Masalah kesetiaan pada hakekatnya merupakan isu sentral. Kelompok politik di Amerika Serikat seharusnya berfungsi untuk menjamin kepentingan nasional Amerika Serikat. Namun adalah suatu kenyataan bahwa kelompok Yahudi yang cukup besar di Amerika Serikat memiliki ikatan kultural, politik dan ekonomi dengan Israel. Salah satu kegiatan mereka ialah berusaha mendorong imigrasi orang Yahudi dari segala penjuru dunia ke Amerika Serikat.


Yahudi Menginfiltrasi Pemerintahan Amerika Serikat

Peran lobi Yahudi di dalam pemerintahan Amerika Serikat terutama sekali sangat meningkat pada masa pemerintahan presiden Franklin Delano Roosevelt (1882-1945), Presiden Roosevelt telah membukakan jabatan-jabatan yang begitu luas kepada orang-orang Yahudi ke dalam birokrasi pemerintahan Amerika Serikat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tokoh elit penganut gereja Episkopal ini adalah seorang politikus ulung. Para pemimpin buruh dari kalangan Yahudi khususnya sangat menyenangi Roosevelt. David Dubinsky dari The International Ladies Garment Workers Union mengenang betapa Roosevelt ketika masih menjabat sebagai gubernur negara bagian New York memanggil para eksekutif industri ke kantornya di Albany dan memaksa para eksekutif industri itu untuk menyepakati luntutan buruh mereka. Sebagai gubernur, Roosevelt sering menemui seorang sahabat dekatnya khusus untuk mendapatkan nasihat bila menghadapi masalah hukum yang musykil dalam rangka memprakarsai perundangan sosial yang direncanakannya bagi negarabagian New York yang dipimpinnya. Sahabat lamanya itu ialah Felix Frankfurter, seorang profesor hukum Yahudi di Harvard. Sebenarnya bukan hanya Felix Frankfurter. Nama-nama seperti Henry Morgenthau, Jr., Samuel Rosenman, Benjamin Cohen, David Niles, Anna Rosenberg, Sidney Hillman, dan David Dubensky, adalah nama-nama yang kondang sebagai anggota "dapur kabinet" Roosevelt. Yang menjadi anggota "dapur kabinet" bukan hanya para politisi dan administrator, tetapi juga seorang Rabbi Stephen Wise, tokoh terkemukaZionisme Amerika, dan anak-perempuannya Justine Polier. Keduanya memiliki akses sedemikian rupa ke Gedung Putih, yang tidak dimiliki oleh siapa pun.

Sesudah bulan Maret 1933 para ahli hukum yang kebanyakan terdiri dari pemuda Yahudi, yang dikirimkan oleh Felix Frankfuter ke kantor Roosevelt semasa sebagai gubernur negara bagian New York di Albany, pada umumnya dibawa-serta oleh Roosevelt ke Washington ketika ia terpilih sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun 1933, sesudah ia berhasi1 mengalahkan saingannya Herbert Hoover. Para imigran baru itu dijuluki dengan nama "Frankfurter's happy hot dog". Di antara angkatan pertamanya adalah Benjamin V.Cohen, yang direkrut untuk membantu merancang perundangan darurat menangani krisis di Wall Street. Cohen, James McCaulkey Landis, dan Thomas G.Corcoran, senantiasa berhubungan melalul telepon dengan Frankfurter di Cambridge, ketika merancang Securities Act tahun 1933 yang didasarkan pada gagasan bahwa korporasi korporasi pada dasarnya adalah bagian dari pemerintahan, dan oleh karenanya patut diatur oleh pemerintah. Gagasan itu mungkin nampaknya agak radikal, tetapi hal itu tidaklah radikal menurut pandangan masyarakat Yahudi dan menurut pengakuan ajaran kitah Talmud bahwa "kepemilikan pada dasarnya adalah obyek sosial, dan oleh karena itu tunduk kepada kontrol sosial".

Tim Corcoran dan Cohen yang dengan bebas keluar-masuk Gedung Putih menjadi terkenal dengan julukan "si kembar emas". Mereka tinggal di sebuah rumah yang dikenal dengan nama "rumah merah kecil" di "R" Street, Georgetown. Corcoran adalah tokoh yang berpenampilan necis dan ramah sebagai tokoh depan, sedangkan Cohen agak pemalu, seorang jenius berkacamata tebal, yang bekerja sampai jauh malam memikirkan bagaimana caranya agar apa yang mereka rancang bersesuaian dengan konstitusi. Mereka membuat proyek demi proyek. Setelah menyusun rancangan 'Securities and Exchange Act' tahun 1934, mereka menyiapkan 'the Public Utility Holding Act' tahun 1935, 'the Federal Communication Act', undang-undang pembentukan 'Tennessee Valley Authority', 'the Wagner Act', dan 'the Minimum Wages Act'. Sementara Frankfurter menentukan nadanya dan Corcoran yang berpenampilan rapih bertugas untuk berbicara di Gedung Putih dan Capitol Hill, Cohen tetap menyibukkan dirinya dengan terus bekerja. Meski Cohen tidak pernah mengakui hahwa ia yang paling bertanggung-jawab dengan penulisan pnundangan dari kabinet 'New Deal'-nya Roosevelt, sebenarnya menurut Joe Rauh, "Ben sesungguhnya adalah otak yang memimpin tim ini. Bahkan Felix Frankfurter biasa menemuinya untuk meminta nasihat dan pendapatnya." Cohen adalah seorang yang sangat rendah hati, selalu mengatakan, "Corcoranlah orangnya".

Nasihat yang lebih berprestisius datang dari seorang Yahudi lain lagi, Louis Dembitz Brandeis, yang menduduki jabatan sebagai hakim agung di Mahkamah Agung sejak tahun 1916. Ia memberikan pendapatnya bagaimana suatu rancangan undang-undang itu disusun agar tidak bertubrukan dengan konstitusi, dengan cara menekankan pada falsafah yang tetap dianutnya, bahwa korporasi yang makin besar akan menjadi makin berbahaya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Cohen, Frankfurter dan Brandeis belum termasuk golongan eselon puncak. Masih ada 1agi beberapa orang Yahudi yang memasuki kclompok orang-dalam Roosevelt di atasnya. Abe Fortas ditugasi scbagai sekretaris bidang ekonomi, Mordecai Ezekiel ditugasi di departemen pertanian sebagai ahli ekonomi, Henry Morgenthau, Jr. menjadi menteri keuangan, Charles Wyzansky menteri perburuhan, Isador Lubin menduduki jabatan sebagai kepala biro statistik perburuhan, yang dalam prakteknya menjadi penasehat ekonomi presiden FDR, David Niles menjadi orang pertama yang kini dikenal sebagai pejabat Gedung Putih untuk urusan minoritas; Joe Rauh muda ditugasi membantu Niles, setelah bertugas sebagai staf bidang hukum mula-mula kepada hakim Cardozo, kemudian kepada Frankfurter setelah penugasannya selesai di pengadilan; kemudian ada lagi yang bernama Bernard Baruch, David Lilienthal, dan Sam Roseman (orang yang meneiptakan nama 'New Deal' bagi kabinet FDR), dan ini hanya beberapa nama dari sekian banyak orang Yahudi yang mengelilingi presiden Amerika Serikat.7


Dukungan Kepada Israel sebagai kekuatan Nuklir

Amerika Serikat tidak pernah mau mentoleransi negara manapun untuk mengembangkan dirinya menjadi kekuatan nuklir. Sikap politik ini tidak berlaku terhadap Israel. Shimon Peres yang pernah menjabat sebagai perdana menteri Israel adalah salah seorang promotor untuk menjadikan Israel sebagai kekuatan nuklir di luar klub nuklir yang ada. Tujuannya adalah menjadikan kekuatan nuklir yang ada di tangannya sebagai kekuatan penangkal terhadap negara-negara lawannya di Timur Tengah, meski tidak tertutup kemungkinan lsrael akan dengan senang hati menggunakannya.

Rencana untuk membangun kekuatan nuklir Israel telah dimulai sejak tahun 1955, tetapi badan-badan intelijen Amerika Serikat pura-pira tidak tahu dan seolah-olah baru mencium reneana tersebut kira-kira tiga tahun kemudian. Kompleks bangunan yang didirikan di kola Dimona, di padang pasir Negev, sudah ditengarai oleh badan intelijen Amerika Serikat sebagai fasilitas nuklir utama, begitu menurut Avner Cohen dalam bukunya "Israel and the Bomb".

Gagasan untuk mengembangkan senjata nuklir Israel bermula dari persekutuannya dengan Perancis pada talmn 1955, tujuh tahun setelah kelahiran negara tersebut, yang menyetujui memberikan bantuan teknologi canggih yang dibutuhkan oleh Israel. Proyek nuklir di Dimona mulai dibangun pada tahun 1958, yang dinyatakan sebagai "pabrik metalurgi", dan kadangkala disebut juga sebagai "pabrik tekstil". Proyek Dimona itu baru menjadi pengetahuan publik pada bulan Desember 1960. Atas dasar itu presiden Kennedy memaksa Israel untuk mengizinkan dua orang ilmuwan Amerika Serikat untuk memeriksa reaktor tersebut, karena ia ingin menjamin bahwa reaktor itu dikembangkan hanya untuk maksud-maksud damai, dan tidak berkaitan dengan pengembangan senjata nuklir.

Israel tidak pernah mengakui memiliki senjata nuklir, kecuali menyatakan bahwa Israel "tidak akan pernah menjadi negara pertama yang akan menggunakannya di kawasan tersebut". Namun badan-badan intelijen Barat melaporkan dan merasa yakin, bahwa Israel telah mengembangkan dirinya menjadi satu-satunya negara nuklir di Timur Tengah. Menurut Avner Cohen, Israel telah memiliki kemampuan nuklir operasional sejak sebelum Perang Enam-Hari pada bulan Juni 1967. Selama terjadi ketegangan karena krisis tersebut, kemampuan itu dengan eepat diubah menjadi kemampuan operasional. Pada malam-hari menjelang pecahnya perang, Israel melakukan improvisasi yang menghasilkan dua hulu-Iedak yang dapat segera digunakan. Kenyataan itu dikonfirmasi oleh pernyataan Myer Feldman, deputi penasehat keamanan di Gedung Putih baik semasa pcmerintahan Kennedy maupun Johnson. Beberapa orang di kalangan komunitas intelijen Amerika Serikat telah mengetahui, atau setidaktidaknya mempereayai, Israel telah menguasai materiel maupun komponen untuk membuat sedikit-dikitnya untuk dua buah born nuklir.

Pada tahun 1963 presiden John F.Kennedy, presiden Katolik pertama di Amerika Serikat, menanyakan soal reaktor Dimona, dan dengan sepucuk surat bertanggal 18 Mei 1963 ia menyatakan kepada perdana menteri Israel pada waktu itu, David Ben-Gurion, bahwa hubungan dengan Israel akan sangat terganggu ('seriously jeopardized') bila Amerika Serikat tidak diberi informasi yang benar tentang program nuklir Israel. Pertanyaan presiden Kennedy itu membuat para pejabat Israel sangat gusar. Presiden Kennedy memperlihatkan sikap yang oleh mereka dipandang tidak menyetujui proyek nuklir Israel. Pada tahun 1963 itu juga, presiden Kennedy dalam sebuah National Security Memorandum yang bersifat rahasia memerintahkan kepada departemen luar-negeri dan pertahanan, CIA, dan Komisi Enerji Atom, untuk meningkatkan pengamatan oleh intelijen Amerika Serikat atas program nuklir Israel dan mengarahkan untuk melakukan inspeksi atas Dimona. Pemerintah Israel tidak dapat menerima pesan surat presiden Kennedy dan kehendak Kennedy untuk mengawasi proyek nuklir di Dimona.

Sehubungan dengan adanya konflik kepentingan dengan presiden Kennedy itu Israel merasa perlu untuk menghilangkan rintangan apa saja terhadap proyek nuklir mereka. Israel memutuskan unluk menghilangkan rintangan tersebut. Mossad diduga terlibat dalam tindak pembunuhan terhadap presiden Kennedy pada tahun 1963 itu juga. Pembunuhan itu sedemikian rapi dilakukan, sehinga menimbulkan kontroversi yang simpang-siur. Yang dijadikan tersangka pembunuhnya adalah seorang mantan anggota marinir Amerika Serikat bemama Oswald, yang oleh pers Amerika Serikat sendiri diragukan kebenarannya. Ia dituduh dibayar oleh pihak Uni Sovyet untuk melakukan pembunuhan itu. Latar-belakang dan motik tentang pembunuhan itu menjadi gelap ketika Oswald dibunuh oleh seorang Yahudi, tatkala ia akan memasuki ruang sidang pengadilan. Keganjilan yang ada ialah pembunuh Oswald luput dari pengawasan pihak keamanan, sehingga dapat menembak Oswald dari jarak yang sangat dekat. Pembunuh itu sendiri kemudian dibunuh oleh polisi. Untuk mencari keterangan dan latar-belakang siapa yang bertanggungjawab terhadap kasus pembunuhan presiden Kennedy, sebuah Komisi Warren dibentuk oleh Senat Amerika Serikat. Tetapi hingga kini hasil temuan Komisi Warren tetap tidak diumumkan kepada publik.

Inspeksi tahunan baru dapat dilakukan oleh badan pengawas tenaga nuklir Amerika Serikat pada tahun 1964 setelah perdana menteri David Ben-Gurion berhenti, dan berlangsung sampai tahun 1969. Sampai tahun itu para ilmuwan Amerika melaporkan "tidak berhasil menemukan bukti-bukti" yang Israel mengembangkan kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan senjata nuklir.

Pada tahun 1970 antara presiden Richard Nixon dan perdana menteri Golda Meir tercapai kesepakatan, dimana Amerika Serikat diharapkan memandang masalah itu dari sudut pandang yang lain selama Israel tetap memelihara sikap 'low profile' dan tetap memegang teguh kebijakannya untuk tidak menjadi negara pertama di kawasan itu yang akan menggunakan senjata nuklir. Kesepakatan itu berlaku sampai dcngan sekarang. Amerika Serikat menutup mata dan membiarkan Israel mengembangkan kebijakannya menteror negara-negara Arab di sekitamya dengan senjata nuklimya.8


Yahudi Menguasai Departemen Luar-Negeri

Dahulu departemen luar negeri Amerika Serikat adalah sebuah instansi WASP (White, Anglo-Saxon, Protestant - berkulit putih, keturunan Inggeris, dan beragama Kristen Protestan). Di bawah presiden Clinton lembaga penting itu berubah menjadi WJM (White, Jewish, Males berkulit-putih, Yahudi, dan pria). Sejak menteri luar-negerinya Madeleine Albright yang Yahudi, kecuali dia yang wanita temyata semua calon pejabat untuk posisi puncak terdiri dari orang Yahudi, dan pria. Sejumlah ahli mengenai kebijakan"luar-negeri dengan cepat menangkap adanya perubahan besar itu. "Ini mencerminkan ada perubahan besar di negeri ini karena dari dulu dinas luar negeri itu secara khusus hanya terbuka untuk kelompok paling elit dari kalangan WASP", kata bekas anggota Dewan Keamanan Nasional urusan Timur Tengah, Richard Haas. Tanpa disadarinya keadaan itu menghadapkan Madeleine Albright dengan masalah. Kalau semua calon dari kalangan Yahudi itu diangkatnya, Madeleine Albright mengundang permusuhan mulai dari kelompok minoritas dan wanita, sampai kepada lobi pro Arab di bidang perumus kebijakan Timur Tengah di Washington dan kelompok-kelompok anti-Semit dari berbagai warna politik. "Saya yakin orang akan memandangnya sebagai konspirasi Yahudi", kata seorang Yahudi yang tidak mau disebutkan namanya yang bekerja sebagai analis kebijakan luar negeri.

Madeleine Albright mengangkat lagi dua orang Yahudi pada posisi puncak, Dennis Ross sebagai koordinator khusus urusan Timur Tengah, posisi yang tidak hanya terbatas pada urusan Timur Tengah. Selain itu jabatan menteri muda bidang ekonomi 1uar-negri diserahkannya kepada Stuart Eizenstadt, mantan duta-besar pada Uni Eropa dan pejabat federal untuk mengamati berapa besarnya aset Yahudi di bank-bank di Swis. Untuk pertama kali pula dalam sejarah selama 208 tahun, departemen luar-negeri Amerika Serikat melihat keenam posisi regional yang ada di bawah para asisten menteri luar-negeri, keseluruhannya diisi oleh orang Yahudi, seperti Mark Grossman mantan duta-besar di Turki, menjadi asisten menteri luar-negeri urusan Eropa, Princeton Lyman untuk urusan lembaga internasional, Howard Wolfe untuk urusan Afrika, Stanley Roth untuk urusan Asia, Karl Indefuth untuk urusan Asia Selatan, Jeff Davidow untuk urusan Amerika Latin, dan Martin Indyk bekas duta-besar di Israel untuk urusan Timur Tengah. Martin Indyk adalah anggota AlP AC, lobi Israel di Washington yang sangat kuat untuk perumusan kebijakan nasional Amerika Serikat, selain memimpin Institute for Near-East Policy di Washington, DC. sebuah lembaga pro-Israel yang juga sangat kuat di Washington, sebelum dipanggil untuk bergabung dengan departemen luar-negeri Amerika Serikat.

Biro urusan Timur Tengah yang dipegang oleh Martin Indyk menurut Robert Kaplan, penulis buku "The Arabists", yang mengkaji kebijakan pmerintah Amerika Serikat mengenai Timur Tengah, selalu dipegang oleh seorang diplomat karier. Pengangkatan Martin Indyk lebih didasarkan pada pertimbangan "politik", kata Kaplan. Martin Indyk diangkat oleh presiden Clinton mula-mula sebagai penasehatnya dalam urusan Timur Tengah pada tahun 1993, kemudian menempatkannya sebagai duta-besar untuk Israel.9


Daftar Pustaka:


1. Peter Grose, 'Israel in the Mind of America', Alfred Knopf, New York, 1983, h-66.
2. 'Empire of the City', h.90.
3. "Federal Reserve Directors: 'A Study of Corporate and Banking Influence', Staff Report Committee on Banking Currency and Housing, House of Representative, 94th Congress, 21st Session, August 1976".
4. Kah, h.13.
5. Mullins, h. 47-48.
6. Ibid. h.29.
7. Stephen D.Isaacs, 'Jews and American Politics', Doubleday & Company, Inc. Garden City, New York, 1977, h.61-63.
8. Avner Cohen, 'Israel and the Bombs', Columbia University Press, New York, 1998.
9. Jonathan Broder, 'Jewish Numbers Grow at the State Department', Zine Magazine, Edisi 13 Februari, 1997.