Senin, 11 April 2011

Musa


MUSA

Musa
מֹשֶׁה
Mošé

"Bayi Musa diambil dari air", oleh Nicolas Poussin, 1638.
Arti nama
Orang yang diambil dari air[1]
Orang tua
Amram[2] (ayah), Yokhebed[2] (ibu)
Istri
Zipora[3] anak Yitro (Rehuel)
Anak
Gersom dan Eliezer[4]
Saudara
Harun[2] (laki-laki), Miryam[5] (perempuan)
Pekerjaan
Pengantara Allah, Pemberi Hukum, Nabi, Pemimpin Bangsa[6]
Tempat lahir
Goshen, Mesir[7]
Tempat mati
Gunung Nebo[8], Moab (Yordania modern)
Umur
120 tahun[9]

Musa (bahasa Ibrani: מֹשֶׁה Mošé; bahasa Tiberia: Mōšeh; bahasa Arab: موسى, Mūsā; bahasa Ge'ez: ሙሴ Musse) (sekitar 1527-1408 SM) adalah seorang nabi yang menyampaikan Hukum Taurat dan menuliskannya dalam Pentateveh/Pentateukh (Lima Kitab Taurat). Musa adalah anak Amram dari suku Lewi, anak Yakub bin Ishak. Ia diangkat menjadi nabi sekitar tahun 1450 SM. Ia ditugaskan untuk membawa Bani Israil keluar dari Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 873 kali dalam 803 ayat dalam 31 buku di Alkitab Terjemahan Baru[10] dan 136 kali di dalam Al-Quran. Ia memiliki orang 2 anak (Gersom dan Eliezer) dan wafat di Tanah Tih (Gunung Nebo).

    Pandangan Yahudi dan Nasrani

    Musa adalah seseorang yang diutus oleh Allah untuk pergi membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, dan menuntun mereka pada tanah perjanjian yang dijanjikan Allah kepada Abraham, yaitu tanah Kanaan.
    Musa harus melewati berbagai macam rintangan sebelum akhirnya benar-benar menerima mandat sebagai orang yang diutus oleh Allah untuk membebaskan bangsa Israel, seperti misalnya hampir dibunuh ketika bayi, dikejar-kejar oleh Firaun, sampai harus menjalani hidup sebagai pengembala di Midian selama 40 tahun . Itu semua diijinkan Tuhan untuk membentuk karakternya, sampai akhirnya Tuhan menemuinya sendiri dalam peristiwa semak belukar yang terbakar namun tidak dapat habis terbakar.
    Ketika Musa sudah menerima mandat untuk membebaskan bangsa Israel, kuasa Tuhan mulai menyertai Musa, ditandai dengan adanya mujizat-mujizat yang diadakan oleh Tuhan melalui Musa, baik ketika masa pembebasan Israel dengan tulah-tulah, maupun ketika masa perjalanan bangsa Israel ke Kanaan.
    Pada akhirnya, Musa tidak sampai memimpin bangsa Israel masuk ke tanah tersebut, oleh karena kesalahan perkataan Musa di Mara yang disebabkan oleh betapa pahit hati Musa menghadapi orang Israel. Musa hanya mengantarkan orang Israel sampai ke tepi sungai Yordan di mana di seberang sungai tersebut terletak Kanaan, tanah yang dijanjikan tersebut. Musa akhirnya digantikan oleh abdinya yang setia yaitu Yosua, yang pada akhirnya berhasil memimpin bangsa Israel masuk tanah Kanaan.
    Garis waktu kehidupan Musa adalah sebagai berikut:
    • Musa dilahirkan setelah Yusuf meninggal, di dalam pemerintahan Firaun.
    • Musa berasal dari suku Lewi.


    Etimologi

    Menurut Kitab Kejadian, nama Musa berarti "diangkat dari air". Beberapa ahli kitab masih mempercayai bahwa "air" di Alkitab seringkali merupakan metafora yang menunjuk kepada bangsa kafir, setan (sebuah pemahaman yang dapat dimengerti untuk seorang pengembara di padang gurun), dan keduniawian.[rujukan?] Maka itu, nama Musa menyimbolkan sebuah harapan keselamatan dari setan oleh Tuhan(?) selama Tuhan menuntun mereka ke tanah perjanjian. Musa juga memimpin bangsa Israel melewati Laut Merah, yang mana itu juga menunjukkan penyelamatan dari air.

    Dalam Hubungannya Dengan Kebudayaan Mesir

    • Beberapa ahli kitab Yahudi[rujukan?] mempercayai bahwa nama Musa yang sesungguhnya adalah versi bahasa Mesir dari "diangkat (dari air)", dan kemudian itu diserap ke dalam bahasa Yahudi, entah melalui tulisan dalam Alkitab, atau oleh Musa sendiri kemudian.
    • Banyak ahli kitab modern mempercayai bahwa putri Firaun mungkin memberikan namanya dari bahasa Mesir "Mose"/"Mese", yang artinya "anak" atau "keturunan" atau "pemberian"; contohnya: "Thutmose" berarti "anak dari Thoth", dan Rameses berarti "anak yang diberi oleh Ra".
    • Banyak ahli kitab yang mempercayai bahwa Musa sesungguhnya memiliki nama lengkap dalam bahasa Mesir, dengan nama utama "Mose"/"Mese" dan digabung dengan nama dewa Mesir (mirip seperti Rameses), tapi nama dewa itu kemudian ditanggalkan, entah pada saat dia menggabungkan diri ke dalam budaya Israel, atau oleh penulis-penulis selanjutnya, yang merasa terganggu dengan fakta bahwa Nabi mereka memiliki nama Mesir yang sedemikian.
    • Dalam bahasa Mesir kuno, kata "Mo" itu berarti "Air, sementara kata "Sa" berarti "Anak". Nama lengkapnya "Mosa" berarti "anak dari air", seperti fakta bahwa dia ditemukan dalam keranjang di atas air.

    Lain-lain

    Dari antara orang-orang Aram dan Neo-Hitit, penduduk di Sam'al Utara, Yaudi, menyebutkan bahwa ada jejak-jejak kebudayaan nenek moyang pahlawan Moschos, menunjuk kepada pahlawan Yunani Mopsus (yang mana namanya berarti "anak sapi" yang memiliki beberapa kesamaan dengan Musa  kesamaan-kesamaan ini hanya tetang berada di lokasi yang sama dan memiliki nama yang sama.

    Latar Belakang

    Sebelum terjadinya perbudakan Israel, bangsa Israel hidup senang di tanah Mesir, selama bangsa Mesir berada di bawah pemerintahan Yusuf, yang adalah orang Israel. Yusuf merupakan orang Israel yang dijual ke tanah Mesir oleh saudara-saudaranya oleh karena iri hati. Namun oleh karena pertolongan Tuhan, Yusuf dapat melalui itu semua dan pada akhirnya menjadi penguasa tingkat dua mesir, setingkat langsung di bawah firaun yang waktu itu berkuasa. Firaun memberikan kuasa dan kepercayaan penuh kepada Yusuf untuk melakukan apapun yang dianggap Yusuf baik bagi Mesir, dan kemudian Yusuf memboyong keluarganya pindah ke tanah Mesir, karena di Kanaan tempat keluarganya dahulu berdiam terjadi kelaparan hebat. Itulah penyebab awal mula bangsa Israel dapat tinggal di Mesir. Musa adalah anak Amram dan Yokhebed, saudara dari ayah Amram yaitu Kehat, yang adalah kaum suku Lewi. Musa memiliki dua orang saudara, yaitu Miriam dan Harun. Musa dilahirkan di dalam pemerintahan Firaun. Setelah beberapa waktu, Yusuf pun meninggal. Dan berkuasalah seorang Firaun yang tidak mengenal Yusuf. Firaun ini khawatir dan cemas akan perkembangan jumlah bangsa Israel yang begitu besar jumlahnya, bahkan sudah melebihi jumlah dari bangsa Mesir sendiri. Firaun khawatir bangsa Israel suatu saat akan membelot dan bersekutu dengan tentara musuh ketika bangsa Mesir sedang menghadapi peperangan.
    Oleh karena itu, Firaun melakukan hal-hal ini untuk menekan laju pertumbuhan penduduk Israel:
    1. menempatkan pengawas-pengawas rodi untuk menindas bangsa Israel dengan paksa.
    2. menyuruh bidan-bidan yang membantu bangsa Israel bersalin untuk membunuh setiap bayi yang dilahirkan begitu keluar dari kandungan, apabila bayi tersebut laki-laki.
    3. menyuruh pengawalnya membunuh melemparkan semua bayi laki-laki yang ditemui ke sungai Nil.
    Namun segala hal tersebut ternyata tidak dapat menekan angka pertumbuhan penduduk Israel, bahkan semakin bertambah banyak.
    Pada saat itu, Yokhebed, ibu Musa, melahirkan Musa, dan kelahiran itu dirahasiakan. Namun sesudah tiga bulan, Yokhebed tidak mampu merahasiakannya lagi. Oleh karena itu, Yokhebed mengambil sebuah keranjang pandan. Musa diletakkan di dalam keranjang tersebut, dan kemudian keranjang itu dihanyutkan di sungai Nil. Sementara itu kakak perempuannya, Miriam, mengamati dari jauh tentang apa yang akan terjadi dengan keranjang itu.
    Kemudian datanglah puteri Firaun, bersama dayang-dayangnya untuk mandi di sungai Nil. Ketika ia melihat keranjang tersebut, dia menyuruh dayangnya untuk mengambilnya. Ketika dibuka, nampaklah bayi tersebut, dan puteri Firaun tersebut merasa kasihan. Demikianlah puteri Firaun memutuskan untuk mengadopsi bayi tersebut sebagai anaknya, karena ia sendiri tidak memiliki anak.

    Kelahiran

    Kitab Keluaran
    1:8. Kemudian bangkitlah seorang raja baru imemerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. 1:9 Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: "Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita.
    1:10 Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan--jika terjadi peperangan--jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini." 1:11 Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses. 1:12 Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembang mereka, sehingga orang merasa takut kepada orang Israel itu. 1:13 Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, 1:14 dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu.
    1:15. Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: 1:16 "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup." 1:17 Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup. 1:18 Lalu raja Mesir memanggil bidan-bidan itu dan bertanya kepada mereka: "Mengapakah kamu berbuat demikian membiarkan hidup bayi-bayi itu?" 1:19 Jawab bidan-bidan itu kepada Firaun: "Sebab perempuan Ibrani tidak sama dengan perempuan Mesir; melainkan mereka kuat: sebelum bidan datang, mereka telah bersalin." 1:20 Maka Allah berbuat baik kepada bidan-bidan itu; bertambah banyaklah bangsa itu dan sangat berlipat ganda. 1:21 Dan karena bidan-bidan itu takut akan Allah, maka Ia membuat mereka berumah tangga. 1:22 Lalu Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya: "Lemparkanlah segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil; tetapi segala anak perempuan biarkanlah hidup."
    2:1. Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi; 2:2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya. 2:3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil; 2:4 kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.
    2:5. Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya. 2:6 Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: "Tentulah ini bayi orang Ibrani." 2:7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: "Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?" 2:8 Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu. 2:9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu." Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya. 2:10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya dari air."

    Masa Dewasa

    Setelah berumur 40 tahun, Musa melarikan diri dari Mesir karena ia membunuh seorang Mesir. Ia sampai ke Midian dan menjadi penggembala domba selama 40 tahun lamanya. Ia menikahi putri imam Zadok dan mempunyai dua orang anak. Kemudian Musa diutus oleh Allah yang berbicara kepada Musa melalui semak yang menyala-nyala namun tidak terbakar. Allah mengutus Musa untuk menyelamatkan bangsa Israel dari perbudakan. Musa pun kembali ke Mesir untuk meminta Firaun melepaskan bangsa Israel dengan ditemani Harun, kakaknya.
    Firaun tidak bersedia melepaskan bangsa Israel karena hatinya dikeraskan oleh Allah untuk menunjukkan kuasa Allah kepada manusia. Akhirnya Allah menimpakan sepuluh tulah kepada bangsa Mesir yang puncaknya diperingati oleh bangsa Yahudi sebagai hari raya 'Pesakh' atau pelepasan (Paskah zaman Perjanjian Lama menurut orang Kristen).
    Musa memimpin bangsa Israel dari Mesir menuju tanah perjanjian yang berlimpah susu dan madunya, yaitu tanah Kanaan. Ketika mulai keluar dari Mesir, sang Firaun merubah pikirannya dan mengejar kembali orang Israel. Musa kemudian membelah Laut Mati sehingga rakyat Israel yang hampir terkejar dapat menyeberang dan kemudian Musa menenggelamkan para pengejar yang berusaha menangkap kembali orang Israel. Selama perjalanan, bangsa Israel terus mengeluh dan mencobai Allah sehingga Allah marah dan menghukum Israel mengembara di padang pasir 40 tahun.
    Musa menerima Sepuluh Perintah Allah di bukit Sinai, dan menerima peraturan-peratuan peribadatan dan hukum-hukum sipil yang dilakukan oleh bangsa Israel hingga hari ini. Allah dengan perantaraan Musa melakukan banyak mujizat kepada bangsa Israel yang tidak percaya seperti memberikan manna, air, dan burung puyuh untuk menjadi makanan pokok orang Israel selama di gurun sehingga mereka tidak kelaparan maupun kehausan. Setelah 40 tahun lamanya memutari jazirah Arab, bangsa Israel sampai ke tanah Kanaan, namun sebelum memasukinya, Musa naik ke bukit Horeb dan meninggal. Jasadnya diangkat oleh Allah sehingga tidak ada kuburannya. Kepemimpinan Musa selanjutnya digantikan oleh Yosua, seorang jenderal yang takut akan Tuhan.

    Pelayanan

    Selama tugasnya tersebut, Musa melakukan berbagai pelayanan, antara lain:

    Penulis

    Musa merupakan penulis 5 kitab pertama dari Perjanjian Lama dari Alkitab. Kitab-kitab tersebut adalah Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Kitab-kitab tersebut kemudian dikenal di kalangan orang Yahudi dengan nama Taurat, karena di dalam kitab-kitab tersebut terkandung banyak sekali perintah-perintah yang disampaikan oleh Tuhan kepada Musa untuk bangsa Israel.

    Hakim

    Musa mengatur kehidupan seluruh umat Israel, dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam bangsa Israel. Namun semakin lama permasalahan itu semakin banyak, dan Musa harus menangani permasalahan seluruh bangsa Israel yang mengantri untuk diselesaikan permasalahannya dari pagi hingga malam hari. Atas saran Yitro mertuanya, Musa mengangkat pemimpin-pemimpin atas bangsa itu untuk menangani perkara-perkara yang kecil-kecil, sehingga Musa hanya menangani masalah-masalah yang cukup besar saja.

    Pembuat Tabut Perjanjian

    Musa, atas perintah Tuhan, membuat tabut perjanjian dan kemah suci, di mana di dalam tabut perjanjian itu terletak dua loh batu yang berisi 10 perintah Allah. Dalam pembuatan itu, Musa dibantu oleh Bezaleel bin Uri bin Hur dari kaum Yehuda, dan Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan. Mereka berdua adalah orang-orang yang diperlengkapi Tuhan dengan keahlian.

    Peran

    Di dalam Alkitab, Musa merupakan seseorang yang diutus oleh Tuhan untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir dan menuntun Israel menuju tanah perjanjian, yaitu tanah Kanaan.
    Di dalam Agama Kristen, Musa sangat berperan dalam menuliskan perintah-perintah Tuhan secara tertulis, seperti 5 kitab Taurat, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan. Musa juga dikenal sebagai orang yang mendapatkan 10 perintah Allah, langsung dari Allah.
    Musa juga berperan untuk menguak sisi-sisi pribadi Allah, yang pada zaman orang Israel dianggap sebagai Pribadi yang menakutkan dan cenderung untuk menghukum. Musa menunjukkan bahwa bahkan pada zaman itu pun Musa dapat bergaul karib dengan Tuhan, bahkan sampai disebutkan berbicara berhadap-hadapan muka dengan Allah seperti sepasang sahabat.
    Musa juga mengajarkan bagaimana untuk menjadi seorang pemimpin yang penuh belas kasihan terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Di dalam banyak kesempatan ketika orang Israel memberontak, Tuhan sudah "menawarkan" kepada Musa untuk mengambil jalan pintas, yaitu dengan Tuhan memberantas seluruh orang Israel, dan akan menjadikan dari Musa seorang, suatu keturunan, bangsa yang besar. Namun Musa belajar untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, dan memperjuangkan orang Israel di hadapan Tuhan.
    Namun Musa juga mampu marah bila saatnya tepat. Musa sungguh-sungguh marah kepada orang Israel ketika orang Israel, bahkan sampai Harun, kakaknya, berbuat dosa dengan menyembah patung Lembu Emas, sementara Musa sedang naik ke gunung Sinai untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan untuk bangsa Israel.







    Pandangan Islam

    Musa mendapat julukan Kalim Allah (كليم الله, Kalimullah) yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah. Bahkan tidak jarang dia berdialog dengan Allah, dialog antara seorang hamba yang sangat dekat dengan Sang Kekasih Yang Maha Pengasih. Namun, melihat julukan yang diberikan oleh Allah pada diri Musa, tampaknya Musa memang satu-satunya Nabi yang memperoleh keistimewaan itu.

    Genealogi

    Musa bin Imran bin Fahis bin 'Azir bin Lawi bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh. Kemudian Musa menikah dengan puteri Syu’aib yaitu Shafura (Shafrawa/Safora/Zepoporah) dan memiliki keturunan berjumlah 4 orang, mereka adalah Alozar, Fakhkakh, Mitha, Yasin, Ilyas.

    Wujud fisik

    Dikatakan dalam kisah Muhammad di perjalanannya menuju Sidrat al-Muntaha, ketika ia sampai di Langit Al-Khaliishah (Keenam), bahwa Muhammad melihat Musa memiliki postur tinggi dan kekar, berambut lebat, memiliki jenggot putih panjang menutupi dadanya, rambutnya hampir menutupi badannya dan sembari memegang tongkat.[12]

    Biografi

    Kelahiran

    Musa diutus Allah untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Ia merupakan anak Imran dan Yukabad binti Qahat, dan bersaudara dengan Harun, dilahirkan di Mesir pada pemerintahan Maneftah yang memiliki julukan Ramses Akbar atau "Thutmosis".

    Mimpi Firaun

    Pada masa kelahiran Musa, Firaun membuat peraturan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Tindakan itu diambil karena dia sudah terpengaruh oleh paranormal kerajaan yang menafsirkan mimpinya. Firaun bermimpi Mesir terbakar dan penduduknya mati, kecuali kaum Israel, sedangkan paranormalnya mengatakan kekuasaan Fir'aun akan jatuh ke tangan seorang laki-laki dari bangsa Israel. Karena cemas, dia memerintahkan setiap rumah digeledah dan jika menemukan bayi laki-laki, maka bayi itu harus dibunuh.
    Yukabad melahirkan seorang bayi laki-laki (Musa), dan kelahiran itu dirahsiakan. Karena risau dengan keselamatan Musa, akhirnya Musa dihanyutkan ke Sungai Nil ketika berusia 3 bulan. Kemudian Musa ditemukan oleh Asiyah istri Firaun, yang sedang mandi dan kemudian membawanya ke istana. Melihat istrinya membawa seorang bayi laki-laki, Firaun ingin membunuh Musa. Istrinyapun berkata: “Jangan membunuh anak ini karena aku menyayanginya. Lebih baik kita mengasuhnya seperti anak kita sendiri karena aku tidak mempunyai anak.” Dengan kata-kata dari istrinya tersebut, Firaun tidak sampai hati untuk membunuh Musa.

    Musa bertemu ibunya

    Kemudian istri Firaun mencari pengasuh, tapi tidak seorang pun yang dapat menyusui Musa dengan baik, dia menangis dan tidak mau disusui. Selepas itu, ibunya sendiri mengajukan diri untuk mengasuh dan membesarkannya di istana Firaun. Diceritakan dalam Al-Quran: “Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya dia mengetahui janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
    Pada suatu hari, Firaun memangku Musa yang masih kanak-kanak, tetapi tiba-tiba janggutnya ditarik Musa hingga dia kesakitan, lalu berkata: “Wahai istriku, mungkin anak inilah yang akan menjatuhkan kekuasaanku.” Istrinya berkata: “Sabarlah, dia masih anak-anak, belum berakal dan belum mengetahui apa pun.” Sejak berusia tiga bulan hingga dewasa Musa tinggal di istana itu sehingga orang memanggilnya Musa bin Firaun. Nama Musa sendiri diberi keluarga Firaun. “Mu” berarti air dan “sa” adalah tempat penemuannya di tepi sungai Nil.

    Masa Kenabian

    Musa menghadapi Firaun

    Kisah permasalahan di antara mukjizat Nabi Musa dengan sihir dari tukang sihir firaun dikata bermula disebab satu peristiwa di mana pada satu ketika semasa Musa mengambil meninjau di sekitar kota dan kemudian beliau melihat dua laki-laki sedang berkelahi, masing-masing di kalangan Bani Israel bernama Samiri dan bangsa Mesir, Fatun. Melihatkan kegaduhan itu Musa mau mententeramkan mereka, tetapi ditepis Fatun. Tanpa berlengah Musa lalu mengayunkan satu batu ke atas Fatun, lalu tersungkur dan meninggal dunia.
    Ketika laki-laki itu meninggal dunia karena tindakannya, Musa memohon ampun kepada Allah seperti dinyatakan dalam al-Quran: “Musa berdoa: Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiayai diriku sendiri karena itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

    Pernikahan Musa dengan Shafura binti Syu'aib

    Tetapi, tidak lama kemudian orang banyak mengetahui kematian Fatun disebabkan Musa dan berita itu turut disampaikan kepada pemimpin kanan Firaun. Akhirnya mereka akan menangkap Musa. Disebabkan terdesak, Musa mengambil keputusan keluar dari Mesir. Ia berjalan tanpa arah dan tujuan, tetapi selepas lapan hari, beliau sampai di kota Madyan, iaitu kota Nabi Syu'aib di timur Semenanjung Sinai dan Teluk Aqabah di selatan Palestina.
    Musa tinggal di rumah Nabi Syu’aib beberapa lama sehingga menikah dengan anak gadisnya bernama Shafura. Selepas menjalani kehidupan suami istri di Madyan, Musa meminta izin Syu’aib untuk pulang ke Mesir. Dalam perjalanan itu, akhirnya Musa dan isterinya tiba di Bukit Sinai. Dari jauh, beliau terlihat api, lalu terfikir ingin mendapatkannya untuk dijadikan obor penerang jalan. Musa meninggalkan istrinya sebentar untuk mendapatkan api itu. Apabila sampai di tempat api menyala itu, beliau menemukan api menyala pada sebatang pohon, tetapi tidak membakar pohon berkenaan. Ini membingungkannya dan ketika itu beliau terdengar suara wahyu daripada Tuhan.
    Selepas itu Allah berfirman kepadanya, bermaksud: “....Wahai Musa sesungguhnya Aku Allah, yaitu Tuhan semesta alam.”
    Firman-Nya lagi, bermaksud: “Dan lemparkan tongkatmu, apabila tongkat itu menjadi ular Musa melihatnya bergerak seperti seekor ular, dia berundur tanpa menoleh. Wahai Musa datanglah kepada-Ku, janganlah kamu takut, sungguh kamu termasuk orang yang aman.”
    Selepas itu Allah berfirman lagi kepada Musa, maksudnya: “Masukkan tanganmu ke leher bajumu, pasti keluar putih bersinar dan dekapkan kedua tanganmu ke dada kerana ketakutan....” Tongkat menjadi ular dan tangan putih berseri-seri itu adalah dua mukjizat yang dikurniakan Allah kepada Musa.

    Kembali ke Mesir

    Ketika beliau dalam perjalanan pulang dari Madyan ke Mesir, bagi menghadapi Firaun dan pengikutnya yang fasik. Firaun cukup marah mengetahui kepulangan Musa yang mau membawa ajaran lain daripada yang diamalkan selama ini sehingga memanggil semua ahli sihir untuk mengalahkan dua mukjizat berkenaan. Ahli sihir Firaun masing-masing mengeluarkan keajaiban, ada antara mereka melempar tali lalu menjadi ular. Namun, semua ular yang dibawa ahli sihir itu ditelan ular besar yang berasal daripada tongkat Musa.
    Firman Allah bermaksud: “Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, pasti ia akan menelan apa yang mereka buat. Sesungguhnya apa yang mereka buat itu hanya tipu daya tukang sihir dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang.”
    Semua keajaiban ahli sihir itu dihancurkan Musa menggunakan dua mukjizat berkenaan, menyebabkan sebagian dari kalangan pengikut Firaun, termasuk istrinya mengikuti ajaran yang dibawa Musa. Melihatkan ahli sihir dan sebagian pengikutnya beriman dengan ajaran Nabi Musa, Firaun marah, lalu menghukum golongan berkenaan. Manakala istrinya sendiri disiksa hingga meninggal dunia.
    Nabi Musa bersama orang beriman terpaksa melarikan diri sehingga mereka sampai di Laut Merah. Namun, Firaun dan tentaranya yang sudah mengamuk mengejar mereka dari belakang, tetapi semua mereka mati tenggelam di dasar Laut Merah.
    Al-Quran menceritakan: “Dan ingatlah ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan Firaun dan pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.”

    Musa bermunajat di Bukit Sina

    Selepas keluar dari Mesir, Nabi Musa bersama sebahagian pengikutnya dari kalangan Bani Israel menuju ke Bukit Sina untuk mendapatkan kitab panduan daripada Allah. Namun, sebelum itu Musa disyaratkan berpuasa selama 30 hari pada Zulkaedah. Ketika mahu bermunajat, beliau beranggapan bau mulutnya kurang menyenangkan. Ia menggosok gigi dan mengunyah daun kayu, lalu perbuatannya ditegur malaikat dan beliau diwajibkan berpuasa 10 hari lagi. Dengan itu puasa Musa genap 40 hari.
    Sewaktu bermunajat, Musa berkata: “Ya Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku supaya aku dapat melihatMu.” Allah berfirman: “Engkau tidak akan sanggup melihatKu, tetapi coba lihat bukit itu. Jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya seperti sediakala, maka niscaya engkau dapat melihatku.” Musa terus memandang ke arah bukit yang dimaksudkan itu dan dengan tiba-tiba bukit itu hancur hingga masuk ke perut bumi, tanpa meninggalkan bekasnya.Musa terperanjat dan gementar seluruh tubuh lalu pingsan.

    10 Perintah Tuhan

    Ketika sadar, Musa terus bertasbih dan memuji Allah, sambil berkata: “Maha besarlah Engkau ya Tuhan, ampuni aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang pertama beriman kepadaMu.” Sewaktu bermunajat, Allah menurunkan kepadanya kitab Taurat. Menurut ahli tafsir, ketika kitab itu berbentuk kepingan batu atau kayu, namun padanya terperinci segala panduan ke jalan diridhai Allah. Kesepuluh Perintah Tuhan itu mengandung sejumlah pernyataan-penyataan wajib yang secara total lebih dari 10. Tetapi, Kitab Suci sendiri menunjukkan perhitungan "10", menggunakan frase 'aserethad'varim diartikan sebagai 10 kata, pernyataan, atau benda. Agama-agama yang bermacam-macam mengelompokkan pernyataan-penyataan wajib tersebut sehingga menjadi 10 bagian.
    Berikut isi sepuluh perintah tersebut: 1. Akulah Tuhan, Allahmu. Jangan ada padamu tuhan lain selain-Ku. 2. Jangan membuat bagimu patung (sembahan) yang menyerupai apapun. 3. Jangan menyebut nama Tuhan: Allahmu, dengan sembarangan. 4. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat. 5. Hormatilah ayahmu dan ibumu. 6. Jangan membunuh. 7. Jangan berzinah. 8. Jangan mencuri. 9. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. 10. Jangan mengingini milik sesamamu (Janganlah mengingini istri, atau hamba laki-lakinya, atau hamba perempuannya, atau lembunya, atau keledainya, atau hartanya, atau apapun yang dipunyai sesamamu)

    Samiri dan berhalanya

    Sebelum Musa pergi ke bukit itu, beliau berjanji kepada kaumnya tidak akan meninggalkan mereka lebih 30 hari. Tetapi Nabi Musa tertunda 10 hari, karena terpaksa mencukupkan 40 hari puasa. Bani Israel kecewa dengan kelewatan Musa kembali kepada mereka. Ketiadaan Musa membuatkan mereka seolah-olah dalam kegelapan dan ada antara mereka berfikir keterlaluan dengan menyangka beliau tidak akan kembali lagi. Dalam keadaan tidak menentu itu, seorang ahli sihir dari kalangan mereka bernama Samiri mengambil kesempatan menyebarkan perbuatan syirik. Dia juga mengatakan Musa tersesat dalam mencari tuhan dan tidak akan kembali. Ketika itu juga, Samiri membuat sapi betina dari emas. Dia memasukkan segumpal tanah, bekas dilalui tapak kaki kuda Jibril ketika mengetuai Musa dan pengikutnya menyeberangi Laut Merah. Patung itu dijadikan Samiri bersuara.(Menurut cerita, ketika Musa dengan kudanya mau menyeberangi Laut Merah bersama kaumnya, Jibril ada di depan terlebih dulu dengan menaiki kuda betina, kemudian diikuti kuda jantan yang dinaiki Musa dan pengikutnya. Kemudian Samiri menyeru kepada orang ramai: “Wahai kawan-kawanku, rupanya Musa sudah tidak ada lagi dan tidak ada gunanya kita menyembah Tuhan Musa itu. Sekarang, mari kita sembah anak sapi yang diperbuatkan daripada emas ini. Ia dapat bersuara dan inilah tuhan kita yang patut disembah.”
    Selepas itu, Musa kembali dan melihat kaumnya menyembah patung anak sapi. Ia marah dengan tindakan Samiri.
    Firman Allah: “Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: wahai kaumku, bukankah Tuhanmu menjanjikan kepada kamu suatu janji yang baik? Apakah sudah lama masa berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki supaya kemurkaan Tuhanmu menimpamu, kerana itu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku.”
    Musa bertanya Samiri, seperti diceritakan dalam al-Quran: “Berkata Musa; apakah yang mendorongmu berbuat demikian Samiri? Samiri menjawab: Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam tanah (bekas tapak Jibril) lalu aku masukkan dalam patung anak sapi itu. Demikianlah aku menuruti dorongan nafsuku.”
    Kemudian Musa berkata: “Pergilah kamu dan pengikutmu daripadaku, patung anak sapi itu akan aku bakar dan lemparkannya ke laut, sesungguhnya engkau akan mendapat siksa.”

    Keinginan Bani Israel melihat Tuhan

    Umat Nabi Musa bersifat keras kepala, hati mereka tertutup oleh kekufuran, malah gemar melakukan perkara terlarang, sehingga sanggup menyatakan keinginan melihat Allah, baru mau beriman. Firman Allah: “Dan ingatlah ketika kamu berkata: Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedangkan kamu menyaksikannya. Selepas itu Kami bangkitkan kamu selepas mati, supaya kamu bersyukur.”

    Sifat asli Bani Israil

    Allah memberikan banyak nikmat kepada Bani Israel, antaranya dibebaskan daripada kezaliman Firaun, menjalani kehidupan di kawasan subur, mempunyai Taurat dan rasul di kalangan mereka, tetapi mereka tidak bersyukur, malah memberikan banyak alasan. Mereka juga membelakangi wahyu Allah kepada Musa supaya berpindah ke Palestina. Alasan diberikan karena mereka takut menghadapi suku Kan’an. Telatah Bani Israel yang pengecut itu menyedihkan hati Musa, lalu beliau berdoa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang fasik yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu.”
    Hukuman Bani Israel yang menolak perintah itu ialah Allah mengharamkan mereka memasuki Palestina selama 40 tahun dan selama itu mereka berkeliaran di atas muka bumi tanpa tempat tetap. Mereka hidup dalam kebingungan sehingga semuanya musnah. Palestina kemudian dihuni oleh generasi baru.
    Bani Israel juga menghina rasul mereka, yang dapat dilihat melalui kisah sapi seperti dalam surah al-Baqarah: “Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih sapi betina. Mereka berkata; apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan...”

    Pertemuan Musa dengan orang saleh

    Ditengah-tengah khutbahnya Musa dihadapan Bani Isroil, ada salah seorang yang bertanya kepada Musa, dengan pertanyaannya, apakah ada manusia yang paling pandai saat ini. Musa hanya menjawab dialah orang yang pandai dimuka bumi ini. Dengan pernyataan Musa inilah Allah Maha Mendengar siapa yang berkata baik dengan diucapkan maupun tidak. Allah langsung menegur Musa dengan firmanNya," Wahai Musa, Aku mempunyai hamba yang lebih pandai dari kamu" Setelah Musa mendapat teguran Allah, dia sangat terkejut dan dengan tunduk berkata," Dimanakah kami dapat bertemu hambaMu yang lebih pandai dari aku". Kemudian Allah menjawab," Hamba-Ku bisa ditemui disuatu tempat yang disebut Majma Al Bahrain". Dari sinilah awal pencarian Musa untuk bertemu hamba Allah yang lebih pandai darinya yang kita kenal dengan Nabi Khidir.
    Musa meninggal dunia ketika berusia 120 tahun, tetapi ada pendapat menyatakan usianya 150 tahun di Bukit Nabu’, tempat diperintahkan Allah untuk melihat tempat suci yang dijanjikan, yaitu Palestina, tetapi beliau tidak sempat memasukinya.

    Kisah sepupu Musa

    Dalam Al Qur'an surat Al-Qasas: 76-82, disebutkan bahwa ada salah seorang pengikut yang masih sanak famili Musa yang sangat kaya, bernama Qarun. Meskipun sangat kaya, namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir miskin. Nasihat-nasihat Musa tidak dipedulikannya, bahkan ia serng mengejek dan memfitnah Musa.
    Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh pada kaumnya, Musa memanjatkan doa agar Allah menurunkan azabnya pada diri hartawan itu. Allah lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta kekayaan beserta diri Qarun melalui bencana tanah longsor yang dahsyat. Selain didalam surah Al-Qasas, nama Qarun disebutkan didalam surah Al-'Ankabut dan surah Al-Mu’min.

     

    IDENTIFIKASI ALQURAN TENTANG FIRAUN YANG TENGGELAM DI LAUT MERAH


    Kisah nabi Musa dalam Al-Qur’an mempunyai kesamaan dengan penjelasan Bibel. Namun ada juga sejumlah perbedaan. Tulisan ini mengkaji terutama teks Al-Qur’an tentang kisah nabi Musa, Al-Qur’an dan Bibel memberikan gambaran historis yang sangat berbeda dan menggaris-bawahi perbedaan besar dalam kredibilitas historis antara Al-Qur’an dan Bibel. Perbedaan tersebut akan dikontraskan dengan fakta historis yang teruji dan implikasinya akan diperbincangkan secara mendalam.

    1. Satu Fir’aun, bukan dua


    Kita melihat Bibel menyatakan bahwa Fir’aun yang memerintah Mesir pada saat kelahiran nabi Musa, meninggal ketika nabi Musa berada di Midian (Keluaran 2:23, 4:10) , sekembalinya dari Midian, nabi Musa menghadap Fir’aun yang berbeda. Sebagaimana telah disimpulkan sebelumnya, dengan memperbandingkan cerita Bibel terhadap fakta historis, Fir’aun sang penindas adalah Ramses II (1279SM – 1212 SM) dan karenanya Fir’aun masa eksodus adalah anaknya Merneptah (1212SM – 1202SM). Al-Qur’an dengan sangat jelas menyebutkan hanya ‘satu’ Fir’aun, bukan dua. Fir’aun ini menindas Bani Israel dan kemudian mengejar mereka saat eksodus dari Mesir. Semua ayat Al-Qur’an yang relevan secara sangat jelas hanya merujuk kepada satu Fir’aun. Dalam ayat Al-Qur’an yang menuturkan kisah nabi Musa tidak ada satupun yang menyebutkan tentang naik tahtanya Fir’aun baru di Mesir.

    Bukti yang pertama terdapat dalam surat al-Qashash [QS 28:2-9]. Ayat tersebut bercerita tentang kejahatan Fir’aun dan kekejaman yang dilakukan terhadap Bani Israil sebelum nabi Musa lahir. Selanjutnya diberikan perincian tentang kelahiran nabi Musa dan izin Fir’aun agar nabi Musa dibiarkan hidup. Kisah tersebut berlanjut dengan keberangkatan nabi Musa ke Midian dan kemudian eksodus dan diinformasikan bahwa kemudian Fir’aun tenggelam. Disamping itu, bagian dialog antara nabi Musa dengan Fir’aun setelah kembali dari Midian dan Fir’aun yang disebutkan dalam Al-Qur’an menjelaskan dengan gamblang bahwa dialah yang memelihara nabi Musa pada masa kanak-kanak, lihat Asy-Syu’ara [QS 26:18-22].

    Indikasi yang lain tentang adanya satu Fir’aun adalah surat Asy-Syu’ara [QS 26:10-16] dan al-Qashash [QS 28:32-35]. Berbeda dengan Bibel yang menggambarkan sama sekali tidak ada ketakutan nabi Musa untuk kembali ke Mesir karena Fir’aun sudah mati (Keluaran 4:19) Al-Qur’an menyatakan tegas bahwa ketika pertama kali diperintahkan Allah agar pergi ke Fir’aun, nabi Musa menunjukkan kekhawatirannya tentang misi ini, karena telah membunuh salah seorang kaum Fir’aun dan sebelumnya telah melarikan diri beberapa tahun. Jelaslah bahwa Al-Qur’an berbicara tentang satu Fir’aun yang berkuasa di Mesir sejak kelahiran nabi Musa sampai tenggelam di laut setelah eksodus Bani Israil.
    2. Fir’aun yang lama memerintah

    Fakta bahwa Al-Qur’an berbicara tentang satu Fir’aun yang memerintah Mesir sebelum kelahiran nabi Musa hingga eksodus – jika kita kombinasikan dengan perincian lain Al-Qur’an tentang kisah nabi Musa – mendorong suatu kesimpulan yang sangat penting tentang lama kekuasaan Fir’aun ini, dan juga identitasnya. Mengingat bahwa nabi Musa lahir ketika Fir’aun sudah berkuasa dan Fir’aun meninggal dalam pengejarannya terhadap nabi Musa, lama kekuasaan Fir’aun dapat dikalkulasikan dengan menjumlahkan semua ini : (1) lama kekuasaan Fir’aun sebelum nabi Musa lahir (2) usia nabi Musa ketika meninggalkan Mesir menuju Midian (3) lama nabi Musa tinggal di Midian (4) lama nabi Musa tinggal di Mesir setelah kembali dari Midian.

    Pertama, Al-Qur’an tidan menyatakan pada tahun keberapa kekuasaan Fir’aun ketika nabi Musa lahir, maka kita hanya bisa membuat perkiraan minimal lama kekuasaan raja tersebut. Kedua, Kesimpulan berapa lama nabi Musa tinggal di Mesir sebelum pergi ke Midian dapat ditarik dari surat al-Qashash [QS 28:14] yang memuat kata ‘lammaa balagha asyuddahu’ yang diartikan secara harfiah ‘ketika dia mencapai kekuatan penuhnya’. Variasi ungkapan ini ditemukan dalam 8 ayat Al-Qur’an dan penafsiranpun beragam. Sebagian mufassir mengartikan ‘sampai masa pubertas’, sedangkan sebagian lain menyatakan ‘sampai usia yang lebih tua, 60 tahun’. (Setelah membahas panjang-lebar soal ini dengan mengkaitkan kepada kedelapan ayat tersebut, [QS 6:152], [QS 17:34], [QS 4:6] dan [QS 18:82] tentang kematangan usia pada anak yatim, serta ayat lainnya seperti [QS 22:5], [QS 46:15], juga terkait dengan usia dewasa dari nabi Yusuf [QS 12:19-24], maka disimpulkan bahwa usia 22 tahun adalah dugaan yang dapat diandalkan tentang usia nabi Musa ketika pergi ke Midian.

    Ketiga, selama di Midian disebutkan secara eksplisit dalam surat al-Qashash [QS 28:27-29], ayat tersebut menyatakan bahwa nabi Musa langsung meninggalkan Midian setelah terpenuhi kontrak yang telah disepakati dengan mertuanya, namun Al-Qur’an tidak menyebutkan pasti apakah delapan atau sepuluh tahun. Oleh karena itu kita memperkirakan rentang waktu tersebut. Kalkulasi tersebut membuahkan kesimpulan bahwa ketika nabi Musa pertama kali diajak bicara oleh Allah dan kembali ke Mesir, beliau berusia sekitar 28 – 32 tahun. Keempat, lamanya waktu nabi Musa tinggal di Mesir setelah kembali dari Midian, Al-Qur’an mengisyaratkan adanya periode yang agak lama. Indikasinya terdapat dalam surat al-A’raf [QS 7:129] tentang keluhan Bani Israil yang menyatakan bahwa mereka ditindas setelah nabi Musa menyampaikan risalah dan nabi Musa menasehati mereka agar bersabar. Indikasi yang lain menyebutkan soal adanya ‘kekeringan’ yang menunjuk periode beberapa tahun, bahkan dalam tahun-tahun berurutan seperti dalam surat al-A’raf [QS 7:131]. Karena itu, pemukiman kedua nabi Musa di Mesir diperkirakan berlangsung selama 8 – 10 tahun.

    Berdasarkan analisa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Fir’aun yang hidup di jaman nabi Musa sekurang-kurangnya telah berkuasa sangat lama, yaitu sekitar 36-40 tahun, ini merupakan penafsiran yang sangat rendah, karena belum menghitung berapa tahun Fir’aun tersebut telah memerintah sampai ketika nabi Musa lahir. Kesimpulan ini memiliki potensi yang sangat penting dalam mengidentifikasikan Fir’aun ini karena hanya sedikit Fir’aun yang berkuasa selama itu sepanjang sejarah Mesir. Bahkan pada paruh kedua milenium kedua SM – yang disepakati semua peneliti sebagai periode terjadinya eksodus – hanya ada 2 Fir’aun yang memerintah lebih dari 40 tahun, mereka adalah Tuthmosis III (1504SM – 1450SM) dan Ramses II (1279SM – 1212SM). Dari kedua Fir’aun tersebut hanyalah Ramses II yang terlihat sesuai indikasi yang disampaikan Al-Qur’an, karena Tuthmosis III secara faktual baru memerintah setelah ibu-tirinya meninggal pada tahun 1483SM sehingga Fir’aun ini mutlak berkuasa hanya selama 33 tahun dan karenanya bukan Fir’aun yang dibicarakan dalam Al-Qur’an.

    3. Fir’aun ‘pemilik autad’

    Al-Qur’an memberikan deskripsi unik lainnya tentang Fir’aun yang terbukti dapat diberikan kepada Ramses II, dengan menyebutnya sebagai ‘dzii al-autad’ terdapat dalam surat Shaad [QS 38:10-13] dan surat al-Fajr [QS 89:6:13]. Para mufassir mempunyai perbedaan pendapat tentang kata ‘autad’ – jamak dari kata ‘watad’. Sebagian menafsirkan sebagai ‘kekuasaan dan kekejaman yang luar biasa’ karena Fir’aun adalah seorang tiran yang kejam, sebagian yang lain menafsirkan sebagai ‘prajurit’ karena dia memiliki tentara yang banyak. Namun pendapat yang lebih banyak disepakati adalah bahwa sebutan tersebut berarti ‘pasak’ atau ‘paku’ besar yang dipergunakan Fir’aun untuk menyiksa orang ketika mereka berpindah kepada agama nabi Musa, seperti yang terdapat dalam surat Thaaha [QS 20: 70-71], Asy-Syu’ara [QS 26:46-49], dan al-A’raaf [QS 7:120-124]. Kata ‘autad’ sendiri dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna seperti ; kekerasan, kekuasaan, tiang dan bangunan yang aman atau bangunan yang tinggi. Penulis buku ini mengajukan pendapat yang menarik dengan memperbandingkan kata ‘autad’ yang terkait dengan gunung-gunung (dalam Al-Qur’an disebut ‘rawaasii’ dan ‘jibaal’ ). Ketika Al-Qur’an membahas tentang peranan gunung yang menstabilkan bumi, Al-Qur’an menyebut kata ‘rawaasii’, sedangkan kata ‘autad’ dipergunakan dalam konteks kata ‘jibaal’. Perbedaan menarik antara penggunaan kedua kata itu dan perbedaan konteks penggunaan keduanya mengantar penulis buku ini menyatakan bahwa ‘autad’ bermakna ‘bangunan-bangunan’.

    Sebenarnya penafsiran kata ‘autad’ sebagai ‘bangunan-bangunan’ sesuai dengan konteks ayatnya, yaitu surat al-Fajr [QS 89:6-13] yang mensejajarkan ‘
    Fir’aun pemilik autad dengan kaum Aad yang mempunyai ‘bangunan-bangunan yangh tinggi’ dan kaum Tsamud yang ‘memotong batu di lembah’ untuk membangun rumah-rumah mereka.

    Pilihan Al-Qur’an menggambarkan Fir’an sebagai ‘pemilik bangunan’ sangatlah tepat. Hal ini yang membedakan Ramses II dengan Fir’aun yang lain. Fir’aun ini menjalankan proyek pembangunan lebih banyak ketimbang Fir’aun yang lain sepanjang sejarah Mesir. Dia membangun patung-patung dan kuil-kuil besar di seluruh Mesir. “Sebagai pembangun monumen”, tegas Clayton. “Ramses II paling terkenal diantara seluruh Fir’aun Mesir. Meskipun Khufu telah menciptakan Piramida raksasa, tangan Ramses II menjangkau seluruh negeri. Tentang Ramses II ini, Clayton selanjutnya menyatakan :

    “Prestasi pembangunan laksana Hercules. Dia membangun kuil-kuil besar di Karnak dan Luxor, menyempurnakan kuil-kuil makam ayahnya, Seti, di Gourna (Thebes) dan juga kuil Abydos, da membangun kuilnya sendiri didekat Abydos. Di tepi barat Thebes.
    Dia membangun makam-makam raksasa, Ramesseum. Prasasti pada galian batu di Gebel el-Silsila mencatat setidaknya 3.000 pekerja yang dipekerjakan disana untuk memecah batu yang diperlukan untuk Ramesseum. Kuil-makam penting lainnya berdiri di Nubia di Beit el-Wali, Gerf Hussein, Wadi es-Sebua, Derr dan bahkan sampai menjangkau daerah paling selatan. Napata”. (Clayton, P.A – 1994 – Chronicle of the Pharaohs: The Reign-By-Reign Record of the Rules and Dysnaties of Ancient Egypt)

    Mengomentari obsesi luar biasa Fir’aun dengan bangunan ini, Kitchen (dalam buku ‘Pharaoh Triumphant; The Life and Times of Ramesses II King of Egypt’ ) mengatakan :”dia ingin berkarya tidak hanya pada skala kebesaran – saksikanlah Ramesseum, Luxor, Abu Simbel dan kemegahan Pi-Raamses yang sekarang telah lenyap – tetapi juga berbagai bidang seluas mungkin”. Kitchen menyatakan bahwa :”bisa dipastikan untuk karyanya yang berupa bangunan untuk dewa-dewa di seluruh Mesir dan Nubia, Ramses II melampaui tidak hanya Dinasti ke-18, tetapi juga semua periode dalam sejarah Mesir”.

    Dengan demikian dapat dilihat secara jelas mengapa Al-Qur’an memilih menyebut Ramses II dengan ‘Fir’aun pemilik autad’.

    4. Fir’aun yang dimumikan


    Baik Al-Qur’an maupun Bibel menyatakan dengan tegas bahwa Fir’aun pada masa nabi Musa tewas tenggelam ketika berupaya mengejar nabi Musa dan bani Israil (Keluaran 14). Namun Bibel tidak secara eksplisit manyatakan bahwa jasad Fir’aun tersebut ditemukan orang. Ini terlihat bagaimana reaksi para sarjana Bibel ketika mumi Merneptah (yang dikalim merupakan Fir’aun eksodus yang berbeda dengan Fir’aun Ramses II ketika nabi Musa lahir) tidak ditemukan baik didalam makamnya di Lembah Raja-Raja maupun ditempat penyimpanan mumi-mumi kerajaan yang ditemukan tahun 1881 di dekat Deir el-Bahari di Thebes. Mereka mengklaim bahwa Merneptah pastilah Fir’aun eksodus yang telah tenggelam di laut sehingga jasadnya tidak ditemukan. Namun klaim ini terpaksa dikoreksi pada tahun 1898 ketika mumi Merneptah ditemukan ditempat penyimpanan mumi kerajaan yang tersembunyi di makam Amenhotep II di Lembah Raja-Raja bersama 15 mumi lainnya (Clayton 1994: hal 158). Menarik untuk ditunjukkan bahwa keyakinan yang didasari pada Bibel bahwa Merneptah adala Fir’aun pada masa eksodus – dikombinasikan dengan fakta bahwa penyelidikan terhadap muminya menunjukkan lapisan tebal garam pada kulitnya – dinyatakan sebagian sarjana Bibel sebagai bukti bahwa dialah Fir’aun masa eksodus yang lenyap dilaut. Namun sebenarnya, ini adalah akibat dari pembalseman (Harris dan Weeks : X-raying the Pharaohs).

    Al-Qur’an, disisi lain, disamping menekankan dalam sejumlah ayat bahwa Fir’aun dan para tentaranya tenggelam, menjelaskan bahwa jasad Fir’aun yang tenggelam itu diselamatkan sebagai tanda bagi manusia, pada surat Yunus [QS 10:90-92]. Pernyataan Al-Qur’an tersebut sejalan dengan fakata bahwa jasad Ramses II masih ada dalam bentuk yang telah dimumikan. Mumi Ramses II ditemukan pada tahun 1881 diantara 40 mumi yang terpelihara di tempat penyimpanan dekat Deir el -Bahari di Thebes. Buccaile (The Bible, the Quran and Science: The Holy Scripture Examined in the Light of Modern Knowledge) menunjukkan dengan tepat, pada saat pewahyuan Al-Qur’an, keberadaan mumi-mumi ini tidak diketahui sama sekali.

    Ada juga hal penting yang harus ditegaskan, bahwa Allah banyak menyebut dalam Al-Qur’an tentang orang ataupun kaum yang Dia hukum sebagai pelajaran bagi manusia, hanya dalam kasus Fir’aun inilah Allah menyatakan bahwa Dia akan menyelamatkan jasad-nya dan menjadikan sebagai peringatan bagi manusia. Fakta menarik lainnya adalah Allah menyatakan Dia akan menyelamatkan jasad Fir’aun untuk dijadikan sebagai tanda bagi mereka yang datang ‘sesudah’ Fir’aun dan Dia tidak membatasi pernyataan tersebut hanya untuk orang-orang Mesir dan/atau mereka yang hidup pada masa itu saja. Mumi Ramses II hingga kini masih bisa dilihat orang yang datang dari mana saja. Sekarang mumi tersebut terpelihara di Museum Mesir di Kairo.

    Dari buku :
    Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan Al-Qur’an, Sebuah Penelitian Islamic Archeology.
    Pengarang : Dr. Louay Fatoohi dan Prof. Shetha al-Dargazelli

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar